Pembuat Konten Terkait Kepentingan Publik Lebih Rentan Terkena Serangan Siber

Rabu, 02 Oktober 2024 | 17:45 WIB
Pembuat Konten Terkait Kepentingan Publik Lebih Rentan Terkena Serangan Siber
Ilustrasi content creator (Freepik/DCStudio)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Content creator atau pembuat konten di platform media sosial tak luput dari serangan siber. Berbeda dari pelaku di industri media seperti jurnalis, pembuat konten independen tidak memiliki perlindungan hukum.

Dalam riset yang dilakukan oleh AJI, mayoritas pembuat konten terkena serangan digital, khususnya para pembuat konten yang terkait dengan kepentingan publik.

"Riset ini mengubungkan pengalaman serangan digital dengan produksi konten berkepentingan publik," papar Adib Muttaqin, Internet Committee AJI Indonesia dalam Local Media Summit 2024 di Jakarta, Rabu (2/10/2024).

Dalam survei yang melibatkan 312 responden dari 38 provinsi di Indonesia, ditemukan bahwa sebanyak 63,5 persen pembuat konten pernah mengalami serangan digital dalam lima tahun terakhir.

Baca Juga: Serangan Siber Hantui Dunia Perbankan, Begini Strategi Bank Mandiri

Adapun jenis serangan digital yang umum dialami oleh para content cretor mencakup penyebaran rumor atau fitnah, doxing, penyadapan, peniruan identitas, peretasan akun media sosial, manipulasi psikologis, phising, perampasan perangkat digital, serangan digital berbasis gender, bullying, ancaman, dan intimidasi yang bukan berbasis gender, diawasi oleh orang asing, hingga laporan palsu.

Namun, serangan siber yang paling sering dialami adlah diawai, phising, dan bullying, ancaman, dan intimidasi yang bukan berbasis gender.

Faktor terbanyak yang menjadi pemicu terjadinya serangan digital adalah jenis konten yang diunggah sebanyak 38,9 persen, diikuti oleh relasi tertentudengan pihak lain sebesar 21,4 persen, dan keyakinan pribadi sebesar 21,1 persen.

Beberapa dampak dari serangan digital pada content creator termasuk kerugian dalam keamanan baik fisik maupun emosional dan privasi pembuat konten, mengancam keamanan dan privasi yang dimiliki oleh orang terdekat, dan kehilangan akses terhadap sumber pendapatan berbasis iklan atau sumber pendapatan lainnya.

Omar Rajarathnam, Che de los Reyes, Engelbertus Wendratama, dan Adib Muttaqin di Local Media Summit, Rabu (2/10/2024)/Lintang Siltya Utami.
Omar Rajarathnam, Che de los Reyes, Engelbertus Wendratama, dan Adib Muttaqin di Local Media Summit, Rabu (2/10/2024)/Lintang Siltya Utami.

Meski begitu, sebagian besar pembuat konten merasa memiliki pengeahuan dan kecakapan yang cukup memadai untuk menangani serangan siber.

Baca Juga: Siapa Laras Gartiana? Content Creator TikTok yang Namanya Viral Usai Dituding Jadi Selingkuhan

Saat pembuat konten mendapatkan serangan digital, para content creator umumnya memintai bantuan kepada platform media sosial yang menjadi medium terjadinya serangan siber.

Sayangnya, beberapa content creator pun ada yang memilih untuk tidak melapor saat mendapat serangan digital. Alasan terbesar adalah cara atau prosedur melapor yang susah, menghabiskan banyak Waktu, dan tindakan platform yang tidak sesuai harapan.

Temuan tersebut juga menunjukkan bahwa 66,8 persen content creator yang memproduksi konten terkait kepentingan publik mengalami serangan digital, sedangkan 48,2 persen pembuat konten yang tidak membuat konten terkait kepentingan publik mengalami serangan siber.

Oleh karena itu, pembuat konten yang memproduksi konten terkait kepentingan publik lebih rentan mengalami serangan digital.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI