Tiga Poin Penting Keamanan Digital di Industri Media, Cegah Serangan Siber

Rabu, 02 Oktober 2024 | 16:43 WIB
Tiga Poin Penting Keamanan Digital di Industri Media, Cegah Serangan Siber
Omar Rajarathnam, Che de los Reyes, Engelbertus Wendratama, dan Adib Muttaqin di Local Media Summit, Rabu (2/10/2024)/Lintang Siltya Utami.
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Industri media tak luput dari ancaman siber, sehingga harus menerapkan keamanan digital yang tepat. Berbagai penelitian tentang kemanan digital pada media dan jurnalis menunjukkan bahwa keamanan digital industri media dapat dilihat dari tiga poin penting, yaitu pengalaman terkait serangan digital, praktik pengamanan digital, dan persepsi terhadap keamanan digital.

Dalam data yang disampaikan oleh Engelbertus Wendratama, PR2Media, dalam Local Media Summit 2024, sebanyak 71,6 persen perusahaan media pernah mengalami serangan digital dalam lima tahun terakhir.

Temuan ini mengukur indeks keamanan digital 116 perusahaan media yang menjadi responden berdasarkan tiga aspek yang disebutkan di atas.

Beberapa jenis serangan siber terhadap perusahaan media mencakupserangan terhadap situs web, spyware, virus, trojan, ransomware, penyadapan, peretasan akun digital, laporan palsu, dan serangan buzzer terhadap akun media sosial, aplikasi, dan lainnya.

Baca Juga: Wamenkominfo Ungkap Masa Depan Media Di Tengah Paparan AI

"Namun, jenis serangan yang dilakukan buzzer dan terhadap situs web paling banyak dilakukan," ucap Wendratama, saat menjadi narasumber dalam Local Media Summit 2024 di Jakarta, pada Rabu (2/10/2024).

Di sisi lain, jenis serangan digital yang umumnya terjadi pada jurnalis mencakup penyebaran rumor, doxing, penyadapan, peniruan identitas, peretasan akun sosial media, phising, perampasan perangkat digital, serangan digital berbasis gender, bullying, dan diawasi oleh orang asing.

Sayangnya, serangan digital tersebut tidak memiliki praktik keamanan digital yang baik. Riset menunjukkan bahwa rendahnya keberadaan SOP untuk mencegah dan menangani serangan digital, minim pelatihan edukasi dan pelatihan keamanan digital, tidak adanya keberadaan sumber daya khusus dalam teknologi informasi untuk mencegah serangan digital, dan pelaksanaan audit keamanan digital terhadap perusahaan.

Namun menariknya, mayoritas responden merasa bebas menerbitkan konten jurnalistik apa pun tanpa takut mendapatkan serangan digital serta merasa bahwa jurnalis memiliki pengetahuan dan kecakapan terkait keamanan digital yang cukup baik.

Omar Rajarathnam, Che de los Reyes, Engelbertus Wendratama, dan Adib Muttaqin di Local Media Summit, Rabu (2/10/2024)/Lintang Siltya Utami.
Omar Rajarathnam, Che de los Reyes, Engelbertus Wendratama, dan Adib Muttaqin di Local Media Summit, Rabu (2/10/2024)/Lintang Siltya Utami.

Umumnya, serangan terhadap website dan data server akan ditangani oleh tim teknologi informasi, baik internal maupun eksternal. Tetapi sayangnya, pelaku media memiliki kesulitan Ketika mendapatkan serangan terkait dengan platform media sosial. Pasalnya, laporan ke platform media sosial kerap tidak berhasil.

Baca Juga: Wakil Menkominfo Ingatkan Media Jangan Terlena Gunakan AI: Bisa Sebabkan Misinformasi

"Untuk serangan terkait akun media sosial, perlu ada kerja sama dengan platform yang bersangkutan, misalnya dalam bentuk pelatihan dan jalur komunikasi khusus, mengingat Langkah pemulihan akun secara standar sulit berhasil dilakukan oleh perusahaan media," tambah Wendratama.

Di sisi lain, sebagian kecil perusahaan media mengakses bantuan yang diberikan oleh organisasi nirlaba, yaitu Access Now, SAFEnet, Frontline Defenders, AJI, AMSI, hingga LBH Pers.Tetapi, sebagian besar responden tidak mengetahui adanya dukungan tersebut.

Oleh karena itu, penyediaan sumber daya khusus dalam teknologi informasi, audit keamanan, dan asesmen risiko keamanan baru terbatas pada tim IT, belum mencakup mitigasi untuk serangan terhadap akun-akun digital individu karyawan.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI