Suara.com - Wilayah Yogyakarta beberapa waktu ini mengalami suhu dingin di malam hari. Hal ini rupanya disebabkan oleh fenomena Bediding. Menjadi penyebab perubahan cuaca di tengah musim kemarau, apa itu fenomena Bediding?
Fenomena Bediding yang terjadi di tengah musim kemarau ini pada umumnya terjadi dan dirasakan di kawasan Pulau Jawa termasuk Yogyakarta. Udara di pagi hari dan malam hari biasanya lebih dingin dari biasanya.
Menurut laman resmi BMKG, fenomena Bediding adalah hal normal karena proses fisis yang berkaitan dengan kondisi atmosfer ketika musim kemarau tiba dan curah hujan berkurang.
Kondisi ini membuat panas permukaan Bumi akibat radiasi Matahari menjadi lebih cepat dan banyak dilepaskan ke atmosfer. Hal ini yang kemudian menciptakan radiasi balik gelombang panjang yang kemudian mempengaruhi suhu dingin.
Baca Juga: Harga Mulai 19 Jutaan! All New Honda BeAT Rilis di Jogja, Ini Fitur Canggihnya
Curah hujan yang kurang di tengah musim kemarau ini mempengaruhi kelembapan udara menjadi rendah serta uap air di dekat permukaan Bumi yang kian sedikit. Alhasil radiasi balik berupa gelombang panjang ini dilepaskan ke atmosfer luar.
Hal ini yang kemudian membuat udara dekat permukaan Bumi terasa lebih dingin pada pagi dan malam hari. BMKG menyebut jika fenomena Bediding ini umumnya terjadi di wilayah-wilayah yang dekat dengan khatulistiwa.
Fenomena ini dipercaya paling sering terasa pada bulan Juli ketika angin timuran atau monsun Australia mengalir melewati wilayah-wilayah seperti Jawa bagian selatan, Bali, NTT hingga NTB.
Dampak dari fenomena Bediding ini adalah musim kemarau yang membuat siang hari bersinar terang namun udara dingin dari aliran monsun Australia lebih dominan.
BMKG menyebut jika posisi Matahari saat ini berada pada titik jarak terjauh dari Bumi. Namun, hal tersebut tidak memberikan pengaruh apapun pada atmosfer atau fenomena Bediding yang sedang terjadi ini.
Baca Juga: Siapa Orangtua Jens Raven, Bomber Anyar Timnas Indonesia yang Bakal Debut di Gelaran Piala AFF U-19