Suara.com - Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) mengklaim kalau Indonesia bisa keluar dari middle income trap alias negara yang terjebak di pendapatan menengah.
Menteri Kominfo Budi Arie Setiadi menyatakan, salah satu aspek yang membuat Indonesia keluar dari kelas menengah adalah adopsi teknologi kecerdasan buatan alias artificial intelligence (AI) dalam layanan publik.
“Posisi Indonesia saat ini ada di peringkat keempat dalam indeks kesiapan integrasi AI pada layanan publik menurut penelitian Oxford Insight di tahun lalu. Jadi, lumayan juga nih persiapan kita," kata Menkominfo dalam acara Google AI untuk Indonesia Emas yang digelar di Jakarta, Senin (4/6/2024).
Ia melanjutkan, estimasi kontribusi AI bagi Product Domestic Bruto (PDB) bisa mencapai 366 miliar Dolar AS (Rp 5.963 triliun) pada tahun 2030 mendatang.
Budi Arie menjelaskan, saat ini ada kecenderungan pemanfaatan teknologi AI makin meningkat. Mengutip Laporan Stanford University AI Index pada tahun ini, perusahaan global telah memanfaatkan AI, setidaknya pada satu unit bisnis atau fungsi.
“Mulai dari layanan kesehatan, manufaktur, pertanian maupun pendidikan,” imbuhnya.
Di Indonesia, Menkominfo menunjukkan pemanfaatan AI yang mempermudah tenaga kerja. Berdasarkan data Kompas tahun lalu, sebanyak 22,1 persen total pekerja sudah memanfaatkan AI. Sementara 26,7 juta pekerja merasa terbantu oleh AI.
Meskipun perkembangan AI akan menggeser dan jenis pekerjaan, dengan adanya proyeksi hilangnya 83 juta pekerjaan. Namun, Budi Arie optimistis potensi pemanfaatan AI jauh lebih besar.
Menurutnya akan ada 69 juta pekerjaan baru akibat dari AI dan machine learning.
Baca Juga: OpenAI Rilis ChatGPT Khusus Pelajar, Apa Bedanya dari Versi Biasa?
"Saya baru pulang usai menghadiri acara WSIS di Jenewa, Swiss, kesimpulannya adalah AI ini tidak against terhadap people dan humanity. AI harus tetap menjaga dan punya rasa kemanusiaan. Itu bagian yang paling mendasar dari AI,” beber dia.
Oleh karena itu, Menkominfo menekankan arti penting pengembangan keterampilan dan kemampuan berpikir kritis bagi talenta digital.
Menurutnya, semua pihak perlu meningkatkan pelatihan keterampilan maupun platform pembelajaran online, workshop hingga kolaborasi antara lembaga pendidikan serta industri.
“Kebutuhan literasi teknologi yang semakin krusial. Ini menunjukkan tren pergeseran skills dan pekerjaan lima tahun ke depan,” tandasnya.