Polisi Bisa Blokir Internet, Koalisi Masyarakat Sipil Kecam RUU Polri

Dicky Prastya Suara.Com
Senin, 03 Juni 2024 | 12:41 WIB
Polisi Bisa Blokir Internet, Koalisi Masyarakat Sipil Kecam RUU Polri
Ilustrasi polisi. [Ist]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Koalisi Masyarakat Sipil Untuk Reformasi Kepolisian (Reform For Police) mengecam Rancangan Undang-Undang Perubahan Ketiga atas UU No 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia alias RUU Polri yang diinisiasi DPR RI.

Koalisi Masyarakat Sipil berpendapat kalau UU Kepolisian versi baru ini bisa memberangus kebebasan berpendapat masyarakat di media sosial.

"Revisi UU Polri akan semakin memberangus kebebasan berpendapat dan berekspresi, hak untuk memperoleh informasi, serta hak warga negara atas privasi terutama yang dinikmati di media sosial dan ruang digital," katanya dalam siaran pers, Senin (3/6/2024).

Disebutkan kalau Pasal 16 Ayat 1 Huruf (q) dari RUU Polri memperkenankan polisi untuk melakukan pengamanan, pembinaan dan pengawasan terhadap Ruang Siber.

Baca Juga: Cara Memulihkan Akun Netflix yang Dibajak

Kewenangan atas ruang siber tersebut disertai dengan penindakan, pemblokiran atau pemutusan, dan memperlambat akses ruang siber untuk tujuan keamanan dalam negeri.

Berkaca dari sejarah, tindakan-tindakan memperlambat dan memutus akses internet digunakan untuk meredam protes dan aksi masyarakat sipil, seperti yang dilakukan pada tahun 2019 di Papua dan Papua Barat, adalah tindakan yang menurut Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta sebagai Perbuatan Melawan Hukum.

"Campur tangan Polri dalam tindakan membatasi Ruang Siber ini akan semakin mengecilkan ruang kebebasan berpendapat dan berekspresi publik, khususnya di isu-isu yang mengkritik pemerintah," lanjut Koalisi Masyarakat Sipil.

Selain itu, hadirnya pengawasan secara eksesif pada ruang siber juga berpotensi melanggar hak atas privasi warga negara serta hak untuk memperoleh informasi.

"Serta berpotensi menyebabkan tumpang tindih kewenangan dengan lembaga negara seperti Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) serta Badan Sandi dan Siber Negara (BSSN)," tegasnya.

Baca Juga: Cara Mendeteksi Stalker di Facebook

Maka dari itu, Koalisi Masyarakat Sipil Untuk Reformasi Kepolisian (Reform For Police) menyatakan sikap sebagai berikut:

  1. Menolak Keras Revisi UU Polri berdasarkan inisiatif DPR-RI;
  2. Menuntut DPR maupun Pemerintah untuk segera menghentikan pembahasan tentang Revisi UU Polri pada masa legislasi ini;
  3. Menuntut DPR dan Presiden untuk tidak menyusun UU secara serampangan hanya untuk kepentingan politik kelompok dan mengabaikan mekanisme pembentukan peraturan perundang-undangan yang semestinya sejalan dengan prinsip demokrasi dan negara hukum. Pembentukan UU baru semestinya memperkuat cita-cita reformasi untuk penguatan sistem demokrasi, negara hukum dan hak asasi manusia dalam rangka melindungi warga negara bukan justru sebaliknya mengancam demokrasi dan hak asasi manusia;
  4. Mendesak DPR untuk memprioritaskan pekerjaan rumah legislasi lain yang lebih mendesak seperti Revisi KUHAP, RUU PPRT, RUU Perampasan Aset, RUU Penyadapan, RUU Masyarakat Adat dan lain-lain;
  5. Mendesak pemerintah dan parlemen untuk melakukan evaluasi yang serius dan audit yang menyeluruh pada institusi Kepolisian dengan melibatkan masyarakat sipil dan lembaga HAM negara;
  6. Mendesak pemerintah dan parlemen untuk memperkuat pengawasan kerja Kepolisian, baik dalam hal penegakan hukum, keamanan negara, maupun pelayanan masyarakat, yang mampu memberikan sanksi tegas kepada individu pelaku dan juga perbaikan institusional untuk mencegah pelanggaran serupa terjadi pada masa mendatang.

Koalisi Masyarakat Sipil Untuk Reformasi Kepolisian (Reform For Police) ini terdiri dari:

  1. AJAR (Asia Justice and Rights)
  2. AJI Indonesia (Aliansi Jurnalis Independen)
  3. Amnesty Internasional Indonesia  
  4. ELSAM    
  5. HRWG (Human Rights Working Group)  
  6. ICJR (Institute for Criminal Justice Reform)  
  7. ICW (Indonesia Corruption Watch)
  8. IJRS (Indonesia Judicial Research Society)
  9. IM57+ Institute
  10. Imparsial
  11. KontraS
  12. Kurawal Foundation
  13. LBH Jakarta
  14. LBH Masyarakat
  15. LeIP (Lembaga Kajian dan Advokasi untuk Independensi Peradilan)
  16. PBHI Nasional
  17. PSHK (Pusat Studi Hukum dan Kebijakan)
  18. SAFEnet
  19. Themis Indonesia
  20. TII (Transparansi Internasional Indonesia)
  21. YLBHI (Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia)

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI