Pengusaha Khawatir Starlink Ancam Bisnis Lokal: Kalau Telkom Ketar-ketir Gimana Kami?

Dicky Prastya Suara.Com
Jum'at, 31 Mei 2024 | 18:27 WIB
Pengusaha Khawatir Starlink Ancam Bisnis Lokal: Kalau Telkom Ketar-ketir Gimana Kami?
Starlink (x.com/elonmusk)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Ketua Umum Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII), Muhammad Arif mengaku kalau pihaknya ikut khawatir soal kehadiran Starlink milik Elon Musk yang baru saja diresmikan.

Alasannya, layanan internet berbasis satelit itu nantinya bisa menyediakan jaringan seluler langsung ke ponsel, atau yang disebut direct to cell.

"Kalau sampai direct to cell sih itu benar-benar kami hulu ke hilir bisa habis," kata Arif saat ditemui di Universitas Paramadina, Jumat (31/5/2024).

Layanan direct to cell milik Starlink ini pertama kali dilontarkan Dirut Telkom Ririek Ardiansyah saat Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi VI DPR RI.

Baca Juga: Kominfo Akan Terus Pantau Starlink Elon Musk, Bantah Jadikan Anak Emas

Berdasarkan pendapat bos Telkom itu, APJII menilai kalau pengusaha telekomunikasi lain yang bisnisnya lebih kecil pun bakal ikut khawatir.

"Kalau Telkom ketar-ketir gimana yang lain?" lanjutnya.

Ketua Umum APJII Muhammad Arif saat ditemui di Universitas Paramadina, Jakarta, Jumat (31/5/2024). [Suara.com/Dicky Prastya]
Ketua Umum APJII Muhammad Arif saat ditemui di Universitas Paramadina, Jakarta, Jumat (31/5/2024). [Suara.com/Dicky Prastya]

Maka dari itu APJII meminta Pemerintah RI untuk lebih memperhatikan bisnis Starlink di Tanah Air. Sebab untuk menyediakan layanan direct to cell, Starlink harus memiliki izin untuk menggunakan frekuensi.

"Tinggal frekuensinya saja pemerintah mau kasih apa enggak. Kalau kita bicara 5G kan alokasi ketersediaannya (frekuensi) belum ada. Kalau kita bicara direct to cell pasti butuh alokasi frekuensi baru lagi untuk layanan tersebut," paparnya.

Lebih lagi selama ini para pelaku industri telekomunikasi juga sudah menyumbang biaya hak penggunaan (BHP) hingga universal service obligation (USO). Makanya, APJII meminta kalau Pemerintah harus memiliki kepentingan untuk membela industri dalam negeri.

Baca Juga: Pemerintah Diminta Tak Istimewakan Starlink

"Jangan semuanya di-open ke luar. Saya sih imbau kalau direct to cell mau masuk mending dikaji ulang atau ya mending jangan saja," timpal dia.

Kendati begitu dia masih percaya kalau industri telekomunikasi Indonesia belum tentu kalah dengan layanan Starlink. Pasalnya, masih ada anggota APJII yang menyediakan layanan melalui fiber optik yang secara harga dan kualitas lebih bagus ketimbang layanan satelit seperti Starlink.

Selain itu, sampai saat ini Starlink masih belum memberikan layanan purnajual ke konsumen. Arif menyatakan, apabila konsumen mengeluhkan Starlink, mereka bisa kesulitan karena tidak ada yang melayani.

"Mereka (Starlink) hanya jual via website putus saja gitu enggak tatap muka sama CS, sama sales," imbuhnya.

"Kalau ada gangguan telpon kan kalau Starlink mati siapa yang mau ditelepon? Kalau yang lokal-lokal masih gampang, apalagi di wilayah yang kecil-kecil. Mereka lebih suka langganan sama yang tahu kantornya, sama dia kenal yang punya personal touch masih kental," sambungnya lagi.

Berkaca dari sana, Arif menyimpulkan kalau industri telekomunikasi lokal tidak akan mati karena bisnis Starlink.

"(Bisnis) teman-teman kalau mati enggak. Kalau satelit terdampak, kalau fiber optik enggak terlalu langsung. Tapi mengkhawatirkan iya, berdampak langsung enggak terlalu," pungkasnya.

Mutiarani
Masyarakat itu ingin harga terjangkau...!!! Bilang ke Telkom, suruh turunkan harga Kuota Orbit atau berikan skema Unlimited. Starlink bisa jadi pilihan kalau Telkom dan ISP lokal gak berbenah. Khususnya untuk operator selular 4G, jujur jualan, jangan memaksa jualan kuota dibundling dengan kuota aplikasi yang kebanyakan pelanggan tidak butuhkan.
1 komentar disini >

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI