Harga Starlink Lebih Murah, Pengusaha Ngeluh Bisnis Satelit Lokal Bisa Mati Setahun Lagi

Dicky Prastya Suara.Com
Kamis, 30 Mei 2024 | 11:15 WIB
Harga Starlink Lebih Murah, Pengusaha Ngeluh Bisnis Satelit Lokal Bisa Mati Setahun Lagi
Ilustrasi internet Starlink Elon Musk. [Twitter Starlink]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Pengusaha satelit lokal mengeluhkan harga Starlink milik Elon Musk yang menyediakan internet lebih murah. Bahkan bisnis satelit milik perusahaan lokal terancam mati setahun lagi.

Sekretaris Jenderal Asosiasi Satelit Indonesia (Sekjen ASSI), Sigit Jatiputro mengutarakan, harga Starlink lebih murah apabila dibandingkan pemain lokal.

Ia mencontohkan, harga lokal yang paling murah untuk layanan Very Small Aperture Terminal (VSAT) unlimited milik pengusaha lokal bisa Rp 3,5 juta per bulan. Sedangkan harga internet Starlink hanya dijual Rp 750 ribu.

"Bisa dihitung berapa kali lipat perbedaan harganya," kata Sigit saat ditemui di kantor Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) di Jakarta pada Rabu (29/5/2024).

Baca Juga: Pengusaha Satelit Lokal Teriak, Bongkar 'Hak Istimewa' Starlink Elon Musk di Indonesia

Selain itu, harga perangkat Starlink juga dinilainya lebih murah karena dibanderol Rp 7,8 juta yang kini diskon menjadi Rp 4.680.000. Sedangkan harga perangkat milik pengusaha lokal paling murah Rp 9,1 juta.

Melihat harga Starlink lebih murah, Sigit mengakui kalau perusahaan milik Elon Musk itu bakal mengancam pemain lokal. Meskipun baru hadir 1-2 minggu di Indonesia, ia blak-blakan bisnis satelit lokal sudah terasa mulai menurun.

Sekjen Asosiasi Satelit Indonesia (ASI) Sigit Jatiputro saat ditemui di Kantor KPPU, Jakarta, Rabu (29/5/2024). [Suara.com/Dicky Prastya]
Sekjen Asosiasi Satelit Indonesia (ASI) Sigit Jatiputro saat ditemui di Kantor KPPU, Jakarta, Rabu (29/5/2024). [Suara.com/Dicky Prastya]

"Walaupun ini baru 1-2 minggu, tapi sudah terasa penurunan di eksisting (bisnis lokal). Jadi menurut saya kalau dibilang mengganggu, sudah terasa penurunan penjualan eksisting VSAT lokal," keluhnya.

Sigit memang belum mengetahui seberapa besar efek penurunan bisnis lokal dengan kehadiran Starlink di Indonesia. Namun ia memprediksi kalau perusahaan dalam negeri tidak akan bertahan dalam waktu setahun ke depan.

"Saya tidak tahu tapi kalau diambil ekstremnya mungkin pemain VSAT dalam negeri tidak akan bertahan dalam setahun," imbuhnya.

Baca Juga: JaWara Internet Sehat Jadi Pemenang Utama di Ajang WSIS Prizes 2024

Sigit menjelaskan, jumlah pemain bisnis satelit di Indonesia mencapai 15. Kebanyakan semua perusahaan itu menyediakan layanan untuk kategori bisnis seperti tambang atau wilayah 3T (terdepan, terluar, dan tertinggal).

Kini, Starlink juga menyediakan layanan internet untuk kalangan bisnis maupun residensial (individu). Menurutnya, 15 pemain bisnis satelit lokal sudah terimbas dengan perusahaan milik Elon Musk tersebut.

"Ada 15 pemain perusahaan merasakan hal yang sama menurut saya," curhat dia.

"Semua kalah dari sisi harga, jauh banget, bagaimana mau survive?" timpalnya lagi.

Hak istimewa Starlink

Sebelumnya Sekjen ASSI, Sigit Jatiputro juga mempermasalahkan soal hak labuh atau landing right Starlink di Indonesia.

"Kami sebagai satelit operator eksisting tidak, atau belum diminta konsultasi terkait landing right dari satelit tersebut. Itu satu yang menurut kami agak mengganjal," kata Sigit saat ditemui di kantor Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) di Jakarta, Rabu (29/5/2024).

Ia menjelaskan, biasanya landing right diberikan kepada setiap satelit yang baru meluncur. Misalnya, anggota ASSI meluncurkan satelit GEO, itu satu satelit didaftarkan frekuensi dan prosesnya satu per satu.

Setelahnya, masa berakhirnya habis ketika sudah tidak ada satelitnya, atau 10 tahun bisa diperpanjang, atau harus mengurus lagi.

"Nah kalau di Starlink, menurut kami ada sedikit perbedaan, yaitu dia mau meluncurkan seminggu 60 (satelit) atau seminggu 100 (satelit) enggak pernah (landing right lagi). Dia hanya meluncurkan landing right hanya sekali, walaupun spek satelitnya berubah," paparnya.

"Dia hanya sekali. Kami merasa ada proses-proses yang sebenarnya nggak benar, menurut kami seharusnya kalau mau equal playing field seharusnya semua juga kayak gitu. Tetapi bisa dibayangkan, kalau Starlink harus mendaftarkan semua satelit agar landing right, maka harus seperti itu," sambungnya lagi.

Sigit bercerita, apabila anggota ASSI meluncurkan satelit tapi mengubah spesifikasi perangkatnya, maka bisa didenda pemerintah. Contohnya, apabila megahertz satelit berbeda, pengusaha satelit itu bakal mendapatkan sanksi.

"Kalau di sini (Starlink) kira-kira ada dendanya enggak antara yang dilaporkan dan baru meluncur? Kan enggak ada yang tahu. Karena landing right-nya sekali," pungkasnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI