Suara.com - Pakar telekomunikasi sekaligus keamanan siber Alfons Tanujaya ikut mengomentari soal efek Starlink yang resmi masuk ke Indonesia. Ia menilai kalau internet milik Elon Musk itu bisa jadi ancaman buat para industri telekomunikasi seperti Telkomsel, Indosat, dan lain-lain.
Pasalnya, internet Starlink menggunakan jaringan satelit low earth orbit (LEO) atau satelit orbit rendah bumi. Menurut Alfons, cara kerja satelit LEO ini mirip seperti router Wifi rumah ataupun tower base transceiver station (BTS) yang disediakan para operator.
"Router wifi membagikan koneksi internet yang didapatkan dari penyedia layanan internet kepada seluruh perangkat komputer atau ponsel dalam radius jangkauannya. Demikian pula tower telko mendapatkan hubungan internet dari penyedia layanan internet dan membagikan kepada seluruh perangkat dalam radius jangkauan tower tersebut," papar Alfons dalam keterangan tertulis yang diterima, Kamis (23/5/2024).
Selain itu, satelit LEO juga sama seperti tower BTS di mana ia menyediakan layanan internet pada semua perangkat dalam radius jangkauannya.
Baca Juga: Kinerja Jaringan Universitas Hasanuddin Semakin Optimal dengan Pemanfaatan Netmonk Prime
Maka dari itu, satelit LEO juga harus terhubung secara nirkabel ke internet melalui penyedia layanan internet, sama seperti tower BTS. Nah di atasnya disebut sebagai stasiun bumi.
Alfons mengatakan, satelit LEO seperti Starlink memiliki jarak sekitar 2.000 km dari permukaan bumi. Tapi, jangkauannya lebih baik dibandingkan mentara BTS.
"Bahkan dalam perkembangan teknologi ke depannya, satelit LEO ini berpotensi menggantikan tower telko dan dapat terhubung langsung ke ponsel tanpa membutuhkan alat tambahan apapun dibandingkan hari ini yang masih membutuhkan antena khusus," tutur Alfons.
"Harusnya pengusaha telko (telekomunikasi) bisa mengetahui akan hal ini dan sudah mengantisipasinya," timpalnya lagi.
Dengan posisinya yang sangat tinggi dari muka bumi, maka satelit LEO memiliki keleluasaan terhubung dengan antena dan stasiun bumi lintas negara. Satelit Starlink juga tidak bisa dibatasi secara geografis layaknya tower BTS.
Baca Juga: Kelebihan Produksi Mobil Listrik China Bikin Tesla Tunda Investasi ke Indonesia
Menurut Alfons, hal inilah yang memunculkan kekhawatiran data komunikasi internet satu negara dipancarkan ke stasiun bumi di negara lain yang dianggap berpotensi mengancam kedaulatan data negara serta melanggar peraturan atau Undang Undang.
"Karena itulah maka secara teknis Starlink diwajibkan untuk memiliki NOC di Indonesia dan data komunikasi internet Indonesia hanya boleh disalurkan ke NOC (Network Operation Center) tersebut," imbuhnya.
Lebih lanjut Alfons menyebut kalau perkembangan teknologi seperti Starlink ini tidak bisa dihindari. Lebih lagi perkembangan teknologi saat ini terus berubah di mana akan muncul teknologi baru yang lebih efisien, cepat, andal, bahkan lebih murah.
Berkaca dari sejarah, setiap teknologi lama akan selalu digantikan oleh teknologi baru, atau yang disebut Alfons sebagai kanibal teknologi.
Makanya ia memperingatkan kepada para industri telekomunikasi untuk tidak berkutat pada teknologi lama dan harus siap menghadapi perubahan. Jika tidak, mereka bisa mengalami kerugian besar akibat salah ambil keputusan.
"Kalau tidak siap menghadapi kenyataan ini, mungkin ada baiknya perusahaan yang berteriak jangan bergerak di bidang IT dan Telco tetapi berdagang sembako saja," tegasnya.