Riset: Ketimbang Lelaki, Perempuan Lebih Takut Kerjaannya Diganti AI

Dicky Prastya Suara.Com
Selasa, 21 Mei 2024 | 21:16 WIB
Riset: Ketimbang Lelaki, Perempuan Lebih Takut Kerjaannya Diganti AI
Ilustrasi karyawan perempuan. [IBM]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Perusahaan teknologi IBM baru saja mengeluarkan riset baru soal dampak kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) terhadap pekerjaan. Hasilnya, pekerja perempuan lebih takut dengan ancaman AI ketimbang pria.

Menurut studi dari IBM Institute for Business Value (IBV) Women in Leadership pada tahun 2023, hampir 46 persen perempuan khawatir otomasi yang didorong oleh AI akan menggantikan mereka dalam pekerjaan. Sebaliknya, hanya 37 lelaki yang memiliki kekhawatiran serupa.

General Manager & Technology Leader di IBM ASEAN, Catherine Lian menerangkan, penggunaan awal AI generatif yang terlihat berfokus pada fungsi-fungsi yang secara historis didominasi oleh perempuan, seperti pemasaran dan layanan pelanggan, mengakibatkan banyak perempuan yang khawatir akan pekerjaannya saat ini. 

Padahal, jika bisa memanfaatkan AI generatif dengan baik, perempuan bisa menempati posisi strategis dalam menentukan penggunaan teknologi yang relatif baru diadopsi beberapa tahun ke belakang. 

Baca Juga: Dosen Universitas Brawijaya Ciptakan Teknologi AI untuk Desain Batik Nusantara

"Perempuan dapat menjadi kekuatan pendorong fungsi bisnis yang mengadopsi AI generatif. Banyak perempuan yang tidak melihat AI generatif sebagai alat yang bekerja untuk mereka. Padahal, saat AI generatif merubah alur kerja dan menuntut transformasi di seluruh organisasi, perempuan memiliki kesempatan untuk mendapatkan posisi yang setara dengan laki-laki dalam karirnya," kata Catherine, dikutip dari siaran pers IBM, Selasa (21/5/2024).

Ia menerangkan, AI generatif dirancang untuk dapat memahami input atau prompt berdasarkan data yang sebelumnya telah digunakan untuk melatihnya. Data tersebut sering kali memiliki berbagai macam bias. 

Keterlibatan perempuan secara aktif pada AI Generatif sejak awal dapat mengurangi adanya bias dan ketidaksetaraan yang terjadi secara sistemik karena mereka bisa menyoroti hasil yang bermasalah dari awal. 

Penelitian Female Leadership in the Age of AI dari IBM menemukan bahwa di Eropa, 73 persen pemimpin bisnis percaya bahwa memiliki lebih banyak pemimpin perempuan di sektor mereka berperan penting untuk mengurangi bias gender dalam AI. 

Tetapi saat ini hanya 32 persen yang memiliki perempuan yang bertanggung jawab mengambil keputusan mengenai strategi AI.

Baca Juga: Gunakan Teknologi AI, MV Suho EXO 'Cheese' Tuai Kritik dari Penggemar

Catherine melanjutkan, pemimpin dari kalangan perempuan bakal terancam jadi lebih sedikit jika mereka tidak memanfaatkan AI generatif untuk mendapatkan keunggulan kompetitif saat ini. 

Penelitian IBV menunjukkan bahwa jumlah pemimpin perempuan semakin menyusut. Hanya 14% VP senior, 16% VP atau direktur, dan 19% posisi manajer senior dipegang oleh perempuan, di mana persentase tersebut lebih rendah dibandingkan tahun 2019. 

"Trend penurunan ini tidak baik untuk kesetaraan gender dan juga bagi bisnis. Ditambah lagi, penelitian juga menunjukkan bahwa organisasi-organisasi yang secara formal memprioritaskan penempatan perempuan dalam posisi kepemimpinan mengalami pertumbuhan pendapatan yang lebih tinggi dan memiliki tingkat retensi karyawan yang lebih tinggi," papar dia.

Menurut studi ini, fungsi kerja pada 77 persen pekerja entry-level akan mengalami perubahan. Perempuan yang memiliki visi mengenai AI, memahami bagaimana AI selaras dengan tujuan strategis, dan mengkomunikasikan bagaimana AI harus digunakan untuk memberikan hasil yang berarti akan mendapatkan keunggulan yang tidak ada duanya.

Seiring dengan berkembangnya teknologi transformatif ini, perempuan mempunyai peluang untuk menjadi pelopor penggunaan AI generatif secara produktif dan bertanggung jawab. 

Hal ini diharapkan dapat mendorong organisasi tempat mereka bekerja agar memperhatikan penerapan tersebut. Menggabungkan analisis yang tajam dan komunikasi yang baik dapat memberi perempuan kekuatan super di era AI generatif.

Menurut data yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2019, ada sekitar 51,81 persen perempuan yang aktif secara ekonomi. Angka ini menanjak menjadi 52,52 persen pada tahun 2023. 

Oleh karena itu, Catherine mengatakan kalau peningkatan pemanfaatan AI Generatif oleh perempuan menjadi sangat penting mengingat keterlibatan mereka dalam angkatan kerja Indonesia yang terus meningkat.

"Dengan menguasai lanskap AI yang terus berkembang, perempuan dapat menciptakan cara-cara baru dalam memberikan nilai bisnis dan memajukan karir mereka. Seiring dengan semakin banyaknya perempuan yang mampu menghadapi tantangan ini, mereka dapat terus berinovasi secara bertanggung jawab dan mendefinisikan kembali peran kepemimpinan di masa depan," jelasnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI