Syukur, alhamdulillah; akhirnya pasal tersebut dihilangkan. Apakah upaya merenggut kemerdekaan pers berakhir? Belum, 2022 Dewan Pers bersama konstituen dan masyarakat sipil melakukan protes terkait pasal pasal yang berpotensi merenggut kebebasan berekspresi melalui RKUHP. Ada 10-14 pasal yang kam anggap berbahaya. Dewan Pers dipimpin langsung (Alm) Prof. Azyumardi Azra (Ketua Dewan Pers saat itu) bersama sejumlah tokoh melakukan road show ke pimpinan DPR, sejumlah fraksi di DPR, dan Pemerintah untuk menunda RKUHP sebelum pasal pasal bermasalah tersebut dicabut. Tapi, usaha menemukan kegagalan; DPR akhirnya mengesakan RKUHP menjadi undang-undang dan beberapa bulan la (akhir 2024) akan berlaku.
Bak petir di siang bolong, kam kembali dikejutkan dengan munculnya RUU Penyiaran, yang secara tegas membahayakan kemerdekaan pers. Pasal pelarangan jurnalistik investigatif dan kewenangan penyelesaian sengketa pers kam anggap “menusuk jantung” pers.
Peran Dewan Ketahanan Nasional (Wantannas)
Ada sejarah yang terlupakan dan harus dibuka ke publik. Oktober 2014 Wantannas mengirimkan hasil kajian yang ditandatangani Letjen TNI Waris kepada Presiden, tentang bahayanya pers yang bebas dan perlunya penguatan KPI dalam mengatur pers. Kajian tersebut kemudian dikirimkan Setneg ke Kominfo pada 22 Desember 2014 yang kemudian oleh Kominfo didisposisi ke Dewan Pers, selanjutnya di kaji langsung oleh Prof Bagir Manan yang saat itu menjabat Ketua Dewan Pers dan Yosep Adi Prasetya (Stenley) yang menjabat Ketua Komisi Hukum Dewan Pers.
Kurang lebih kajian ini menyoroti pers yang sudah “kebablasan” dan mendorong Dewan Pers untuk diberi kewenangan lebih dalam menghukum pers,juga penguatan kewenangan KPI terkait pers.
Sejak kajian itu muncul, upaya back door untuk melemahkan pers terus terjadi, beberapa RUU terkait pengaturan pers bermunculan, dan yang terakhir adalah RUU Penyiaran yang sedang dibahas di DPR.
Surat Wantannas tersebut kemudian direspon Dewan Pers dengan membuat diskusi terbatas pada 15 Januari 2015. Dalam diskusi ini sepakat bahwa kemerdekaan pers adalah salah atu wujud kedaulatan rakyat yang berazaskan prinsip prinsip demokrasi, keadilan dan supremasi hukum, serta menjadi unsur penting untuk menciptakan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara secara demokratis.
Terlepas dar kekhawatiran buruknya kualitas pers (seperti dalam surat Wanntanas), harus dingat; kemerdekaan pers ini lahir sebagai “jantung” demokrasi, pers tentu tidak untuk “dipukul”. Kualitas pers tentu menjadi kewajiban Dewan Pers dan konstituen pers, Perusahaan Pers dan Pemerintah untuk bahu membahu membuat pers kita naik kelas. Namun, penulis masih berkeyaknan para pembuat undang - undang di DPR memiliki pemikiran yang sama akan pentingnya kemerdekaan pers. Mereka juga banyak yang mantan Jurnalis dan aktivis, tentu paham betul akan pentingnya kemerdekaan pers.
Baca Juga: Banyak Kontroversi, Menkominfo Akui RUU Penyiaran Inisiatif DPR