Kominfo Blak-blakan Status Merger XL Axiata dan Smartfren Belum Tentu Terjadi

Dicky Prastya Suara.Com
Jum'at, 17 Mei 2024 | 18:28 WIB
Kominfo Blak-blakan Status Merger XL Axiata dan Smartfren Belum Tentu Terjadi
Dirjen SDPPI Kemenkominfo Ismail saat konferensi pers di Kantor Kominfo, Jumat (17/5/2024). [Suara.com/Dicky Prastya]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) ikut menanggapi soal rencana merger XL Axiata dan Smartfren. Mereka pun sudah menerima pemberitahuan dari dua operator seluler tersebut.

Direktur Jenderal Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika (Dirjen SDPPI) Kemenkominfo, Ismail mengaku kalau pihaknya sudah menerima surat pemberitahuan berisi Memorandum of Understanding (MoU) non-binding alias nota kesepahaman yang tidak mengikat.

"Kami baru saja menerima surat pemberitahuan namanya adalah MoU non-binding yang mereka baru lakukan. Jadi mereka baru melakukan MoU antara pemilik perusahaan XL dan pemilik perusahaan Smartfren," kata Ismail saat konferensi pers di Kantor Kominfo, Jakarta, Jumat (17/5/2024).

Ismail menyebut kalau MoU non-binding ini belum tentu berdampak pada kesepakatan ujung. Artinya, kedua operator seluler tersebut belum berarti bakal merger alias bergabung.

Baca Juga: Internet Starlink Ancam Indihome dkk, Kominfo: Ini Kan Solusi Alternatif

"Di suratnya itu disampaikan bahwa ini sudah ada saling pengertian, tapi belum pasti akan terjadi. Masih ada hal-hal yang mereka negosiasikan," lanjut Ismail.

Maka dari itu dia belum bisa memastikan apakah XL Axiata ataupun Smartfren bakal menyerahkan spektrum frekuensi usai merger, sebagaimana yang sudah pernah dilakukan Indosat dan Tri usai merger di tahun 2021 lalu.

"Jadi tentang spektrum itu masih terlalu dini sekali untuk saya jawab sekarang karena saya juga belum tahu skenario merger (XL dan Smartfren) seperti apa," imbuhnya.

Lebih lanjut Ismail menjelaskan apabila dua perusahaan operator seluler itu merger, Kominfo bakal mengukur spektrum frekuensi mana yang akan dipakai oleh perusahaan baru hasil gabungan itu.

"Jadi ketika nanti suatu perusahaan ada melakukan proses merger, kami akan mengukur itu apakah nanti spektrum frekuensi dari hasil perusahaan merger itu yang mana yang band frekuensinya yang akan digunakan, dan optimal atau tidak. Bagaimana rencana pembangunan berikutnya dan seterusnya," pungkasnya.

Baca Juga: Starlink Bayar Puluhan Miliar Rupiah Buat Jualan Internet di Indonesia

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI