Suara.com - Profesor Riset bidang Meteorologi, Pusat Riset Iklim dan Atmosfer Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Eddy Hermawan menyatakan Indonesia aman dari fenomena gelombang panas yang saat ini terjadi di beberapa negara di Asia Tenggara.
Alasan Indonesia masih aman dari gelpmbang panas, lanjut Eddy, karena negara ini hampir setiap hari dilindungi awan. Meskipun beberapa waktu belakangan cuaca panas kerap terjadi.
“Mengapa ada awan? Karena memang kawasan kita kan unik ya, dua pertiganya laut dan sepertiganya daratan, dengan lima pulau besar dan 17.548 pulau di mana masing-masing pulau menghasilkan konveksi lokal dan konveksi regional sehingga menghasilkan awan," kata Eddy.
"Alhasil kawasan kita Indonesia ini relatif aman dari bahaya gelombang panas,” lanjutnya, dikutip dari laman resmi BRIN, Rabu (15/5/2024).
Baca Juga: Tips Liburan di Tengah Cuaca Panas, Lakukan Ini Supaya Tetap Aman dan Nyaman
Eddy menerangkan, gelombang panas adalah suatu kondisi di mana keadaan suhu rata-rata melebihi batas ambang normal selama lebih dari 30 hingga 40 tahun.
“Bilamana suhu pada kawasan tertentu selama dekade lebih dari 30 tahun suhunya berkisar 27 hingga 28 derajat celcius, tetapi pada saat itu melonjak dengan deviasi di atas lima menjadi 33 hingga 34 derajat celcius serta permanen selama empat hingga lima hari, dapat kita definisikan sebagai gelombang panas,” paparnya.
Dengan demikian, publik harus memperhatikan durasi dan amplitudo suhu tinggi, serta perhatikan kondisinya. Dicontohkan Eddy, apabila hanya satu hari dan cuacanya pun tidak melebihi deviasi cukup besar, tentu belum didefinisikan sebagai gelombang panas.
“Kenapa Bumi makin panas? Sinar Matahari ketika tiba di Bumi dihalangi oleh awan. Artinya, matahari ada faktor penghalang itu. Maka kalau tidak ada faktor penghalang, artinya satu kawasan itu tidak dapat penghalang, artinya maka itu bebas, ya, tentu potensinya besar untuk mengalami heat wave atau gelombang panas,” beber dia.
Adapun kawasan yang terpapar gelombang panas adalah lokasi atau negara yang didominasi oleh daratan seperti India, Thailand, dan kawasan-kawasan seperti Afrika atau Brazil.
Baca Juga: Konsep Rumah Modular Diyakini Bisa Bikin Adem di Cuaca Panas
Menurut Eddy, belum diketahui dengan pasti bila puncak panas ini akan segera berakhir.
Namun jika analisisnya berbasis perilaku data Indian Ocean Dipole (IOD) yang ada di Lautan Hindia, maka khususnya untuk kawasan barat Indonesia, dan khususnya kawasan Pantai Utara (Pantura) Pulau Jawa, justru awal terjadinya kondisi panas sudah dimulai sejak April lalu. Kemudian merangkak hingga mencapai puncaknya di sekitar bulan Juli 2024.
Hal ini diperparah dengan mulai berhembusnya angin timuran yang bergerak melintasi kawasan Indonesia seiring dengan bergeraknya posisi matahari meninggalkan garis ekuator sejak 21 Maret, bergerak semu menuju belahan bumi utara (BBU).
“Jadi ada indikasi kuat jika kondisi panas ini akan terus berlanjut. Selain kondisi uap air di kawasan barat Indonesia yang ditarik ke arah timur pantai timur Afrika, juga angin timuran yang berasal dari gurun di bagian utara Australia sudah mulai merangkak memasuki kawasan Indonesia,” terangnya.
“Gerbang utama yang akan menerima kondisi ini adalah kawasan NTT, diikuti NTB, Bali, Jawa Timur, dan seterusnya,” imbuh Eddy.
Lebih lanjut Eddy menyampaikan, pihaknya mengamati bahwa di siang hari memang terik sekali. Tapi pada malam dan dini hari, ada indikasi kuat dihasilkannya hujan.
Jadi semakin terik suhunya, umumnya akan diikuti hujan di malam harinya, walaupun sifat hujannya tidak sebesar pada umumnya saat musim penghujan. Ini adalah indikasi yang biasa terjadi akhir musim transisi pertama (MAM).
Maka dari itu Eddy menyarankan masyarakat yang tengah mengalami cuaca atau hawa panas agar memberikan asupan air yang cukup bagi tubuh. Kedua, hindari minum air dingin karena perubahan suhu yang drastis akan mengganggu kesehatan.
Ketiga, untuk daerah atau sentra pangan debit air mungkin akan berkurang, tetapi tidak akan permanen. Keempat, usahakan jangan berhadapan langsung dengan matahari, artinya jangan menatap matahari siang hari bolong, karena sinar UV sangat kuat sekali.
“Tidak perlu panik, tetap melindungi diri dari cahaya matahari yang menyengat,” pungkas Eddy.