Suara.com - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengungkapkan gelombang panas atau heatwave kini sedang menghantam sejumlah negara di Asia Tenggara. Fenomena ini membuat suhu di negara tersebut lebih tinggi daripada biasanya.
Kepala BMKG Dwikorita Karnawati menerangkan, gelombang panas ini sedang melanda beberapa negara seperti Thailand hingga Kamboja. Di Thailand misalnya, suhu maksimum negara tersebut bisa tembus hingga 52 derajat Celcius.
Contoh lainnya yakni Kamboja. Dwikorita menerangkan kalau gelombang panas menyebabkan suhu di Kamboja menjadi yang tertinggi dalam 170 tahun terakhir.
"Kamboja, dengan suhu udara mencapai level tertinggi dalam 170 tahun terakhir, yaitu 43 derajat Celcius pada minggu ini," kata Dwikorita, dikutip dari siaran pers BMKG, Senin (6/5/2024).
Baca Juga: Bukan Gelombang Panas, Ini Penjelasan BMKG soal Kenapa Cuaca Makin Gerah di Indonesia
Sementara itu Kepala Pusat Informasi Perubahan Iklim BMKG, Fachri Radjab menjelaskan, turut melanda Vietnam dan Filipina yang juga negara Asia Tenggara.
"Dari Vietnam juga dilaporkan bahwa suhu maksimum di beberapa bagian utara dan tengah mencapai angka 44 derajat Celcius. Sementara itu di Filipina, fenomena gelombang panas menyebabkan pemerintah meliburkan sekolah-sekolah," beber Fachri.
Fachri menyebut, gelombang panas ini diduga disebabkan oleh tiga faktor. Pertama yakni gerakan semu matahari pada akhir April dan awal Mei ini berada di atas lintang 10 derajat Lintang Utara, yang bertepatan dengan wilayah-wilayah Asia Tenggara daratan.
"Hal ini menyebabkan penyinaran matahari sangat terik dan memberikan background kondisi yang panas," lanjut dia.
Faktor kedua terjadinya gelombang panas adalah anomali iklim El Nino tahun 2023-2024. Analisis data historis menunjukkan bahwa saat terjadi El Nino, wilayah Asia Tenggara daratan akan mengalami anomali suhu hingga mencapai 2 derajat di atas normal pada periode Maret-April-Mei.
Baca Juga: Kabupaten Seram Bagian Timur Diguncang Gempa Berkekuatan M 5,8, BMKG Minta Masyarakat Hati-hati
Adapun faktor ketiga yaitu pengaruh pemanasan global yang menyebabkan suhu terus meningkat dari tahun ke tahun. Kombinasi ketiga faktor tersebut menyebabkan suhu udara pada April-Mei ini menjadi sangat ekstrem di wilayah Asia Tenggara.
"Mudah-mudahan situasi tersebut tidak terjadi di Indonesia," harapnya.
Gelombang panas tidak berdampak ke Indonesia
Dwikorita sendiri menegaskan kalau gelombang panas yang terjadi di wilayah Asia Tenggara itu ternyata tidak berdampak ke Indonesia, meskipun suhu memang amat terik beberapa waktu belakangan.
"Namun, khusus di Indonesia yang terjadi bukanlah gelombang panas, melainkan suhu panas seperti pada umumnya," ungkapnya.
Dwikorita menerangkan, kondisi maritim di sekitar Indonesia dengan laut yang hangat dan topografi pegunungan mengakibatkan naiknya gerakan udara.
Sehingga ini memungkinkan terjadinya penyanggaan atau buffer kenaikan temperatur secara ekstrem dengan terjadi banyak hujan yang mendinginkan permukaan secara periodik. Hal inilah yang menyebabkan tidak terjadinya gelombang panas di wilayah Kepulauan Indonesia.
Deputi Bidang Klimatologi BMKG, Ardhasena Sopaheluwakan menyampaikan, suhu udara maksimum tertinggi di Indonesia selama sepekan terakhir tercatat terjadi di Palu 37,8 derajat Celcius pada 23 April lalu.
Suhu udara maksimum di atas 36,5 derajat Celcius juga tercatat di beberapa wilayah lain, yaitu pada tanggal 21 April di Medan, Sumatera utara yang mencapai 37,0°C, dan di Saumlaki, Maluku mencapai suhu maksimum sebesar 37.8°C, serta pada tanggal 23 April di Palu, Sulawesi Tengah mencapai 36,8°C.