Suara.com - Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan aturan teknis terkait pembatasan impor barang-barang elektronik bertujuan untuk menjaga keberlangsungan industri nasional.
Pada pekan lalu Kemenperin mengeluarkan Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 6 tahun 2024 tentang Tata Cara Penerbitan Pertimbangan Teknis Impor Produk Elektronik.
Baca juga: Kominfo Sepakat Aturan Kemenperin Batasi Impor Laptop di RI, Tapi Ada Syaratnya
Aturan itu membatasi impor sejumlah besar barang elektronik, termasuk di antaranya AC, TV, mesin cuci, kulkas, laptop hingga kabel fiber optik.
Baca Juga: Kominfo Sepakat Aturan Kemenperin Batasi Impor Laptop di RI, Tapi Ada Syaratnya
"Pembatasan impor itu berkaitan dengan keberadaan industri dalam negeri itu sendiri. Khususnya dari kebutuhan bahan baku dan penolong. Kalau itu sudah ada, sudah diproduksi di Indonesia, maka importasinya harus dibatasi," kata Agus di Jakarta, Selasa (16/4/2024).
Agus menilai aturan tersebut diterapkan supaya pelaku industri di sektor hilir bisa memakai bahan baku dan bahan penolong yang sudah diproduksi dan tersedia di dalam negeri.
Lebih lanjut, ia mengatakan dari segi investasi, aturan teknis yang diterapkan bisa menjadi peluang investasi, agar skema pohon industri bahan baku dan penolong bisa segera terisi dan dapat diproduksi di dalam negeri.
"Kita lihat dari kacamata investasi itu jadi peluang investor agar supaya pohon industri bahan baku dan penolong segera masuk dan berinvestasi di Indonesia," katanya.
Permenperin Nomor 6 Tahun 2024 tentang Tata Cara Penerbitan Pertimbangan Teknis Impor Produk Elektronik disahkan untuk mewujudkan pengembangan industri elektronika di tanah air agar bisa lebih berdaya saing.
Baca Juga: Dampak Aturan Baru Barang Impor: Oleh-oleh untuk Lebaran, Tertahan Bea Cukai
Baca juga: Kemenperin Sahkan Aturan Tata Cara Penerbitan Pertimbangan Teknis Impor Produk Elektronik
Regulasi itu juga merupakan upaya nyata untuk mewujudkan kepastian industri bagi para investor, serta merupakan tindak lanjut dari arahan Presiden atas kondisi neraca perdagangan produk elektronik pada tahun 2023 yang masih menunjukkan defisit.
Sementara untuk Electronic Manufacturing Service (EMS) atau Original Equipment Manufacturer (OEM), bisa menjadi peluang kerja sama dengan pemegang merek internasional yang belum memiliki lini produksi di dalam negeri.