Suara.com - Perusahaan teknologi IBM bersama Kolaborasi Riset dan Inovasi Industri Kecerdasan Artifisial (KORIKA) baru saja mengeluarkan riset soal adopsi kecerdasan buatan (artificial intelligence) di Indonesia. Hasilnya, beberapa perusahaan lokal mulai memanfaatkan teknologi AI.
Dalam studi bertajuk Generative AI: Mempersiapkan Masa Depan Ekosistem Bisnis di Indonesia dengan AI Yang Beretika ini, sebagian besar responden korporat lokal (62 persen) telah berinvestasi dalam pembuatan program pilot AI di perusahaan mereka.
Kemudian 23 persen perusahaan yang disurvei berada dalam tahap investasi AI dan telah mengadopsi kemampuan AI untuk berinteraksi dengan fungsi bisnis perusahaan.
“AI memiliki potensi besar untuk memajukan ekonomi digital Indonesia. Saya yakin teknologi AI akan sangat berpengaruh dalam mendorong pertumbuhan substansial,” kata Hammam Riza selaku Presiden KORIKA dalam konferensi pers di Grand Hyatt Jakarta, Rabu (6/3/2024).
Baca Juga: Indonesia Belum Siap Hadapi Kemajuan Teknologi AI
Temuan lain, perusahaan yang disurvei di industri jasa keuangan dan manufaktur akan mendapatkan potensi nilai tambah dari adopsi AI. Responden meyakini teknologinya sudah ada meski tingkat kesiapannya masih bervariasi.
Berdasarkan penelitian, berbagai perusahaan telah mengambil pendekatan unik dalam mengadopsi teknologi AI. Sebanyak 23 persen perusahaan di sektor jasa keuangan dan manufaktur di tingkat enterprise fokus pada pemanfaatan kemampuan AI yang berfungsi dengan lancar di sebagian besar divisi.
Sementara itu, 62 persen perusahaan yang disurvei mengatakan sering menyederhanakan kasus penggunaan seperti meningkatkan keamanan data saat menggunakan AI di chatbot, asisten virtual, dasbor, dan terjemahan bahasa.
Selama tahap investasi pra-AI, 15 persen perusahaan melakukan penilaian ekstensif terhadap fungsi atau divisi yang dapat memperoleh manfaat dari AI, termasuk penilaian keamanan informasi, penjualan dan pemasaran, bantuan virtual, perencanaan keuangan, dan fungsi audit.
Laporan tersebut turut menemukan bahwa beberapa tantangan paling penting terletak pada pengelolaan "big data" secara efektif untuk membuat keputusan yang tepat, mengurangi risiko, dan menangani pertanyaan secara real-time.
Baca Juga: Kominfo Siapkan Perpres Baru buat Atur AI
Layanan keuangan tampaknya menerima AI dalam lebih banyak fungsi organisasi, seperti pengalaman nasabah (100 persen), deteksi penipuan (23 persen) dan pemrosesan pinjaman (10 persen), dengan menggunakan chatbot, dasbor, dan aplikasi elektronik kenal-pelanggan.
Responden di industri manufaktur lebih fokus pada dasbor untuk layanan bersama mereka, serta membuka potensi untuk mengoptimalkan manufaktur melalui manajemen inventori (100 persen), prediksi permintaan (33 persen), dan pemrosesan data (33 persen).
Penghambat kemajuan teknologi AI di Indonesia
Riset ini turut mengungkap soal faktor penghambat kemajuan AI di Indonesia. Hampir setengah dari bisnis yang disurvei (47 persen) mengalami kesulitan menangani kesenjangan keterampilan digital, terutama dalam hal pengelolaan tim, memanfaatkan keahlian khusus, dan mendorong komunikasi yang dibutuhkan.
Faktor lainnya yakni kurangnya tata kelola data internal (40 persen) sering kali dapat menyebabkan terlewatnya target dan objektif karena data tersebar di berbagai sistem seperti penggunaan beberapa sistem ERP, sistem manajemen gudang, dan lain-lain.
Menanggapi itu, Roy Kosasih selaku Presiden Direktur IBM Indonesia menyatakan kalau AI Generatif akan membawa banyak dampak pada bisnis, mulai dari cara pengambilan keputusan, pengalaman nasabah, hingga pertumbuhan pendapatan.
"Tetapi, fokusnya tetap pada keahlian sumber daya manusia untuk penggunaan AI yang baik," imbuhnya.
Maka dari itu, ia menyarankan para pelaku usaha Indonesia untuk melakukan pendekatan interdisipliner demi memaksimalkan potensi AI.
"Kami yakin pendekatan interdisipliner, yaitu sebuah model yang menunjukkan hubungan timbal balik antara masyarakat, pengguna, dan pengembangan AI, akan memberikan hal yang positif melalui kemitraan manusia-AI," tandasnya.