Serangan Hacker Makin Canggih berkat ChatGPT, Bisakah Dilawan Balik lewat AI?

Dicky Prastya Suara.Com
Selasa, 27 Februari 2024 | 14:25 WIB
Serangan Hacker Makin Canggih berkat ChatGPT, Bisakah Dilawan Balik lewat AI?
Ilustrasi Hacker (Pexels/Jules Amé)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Microsoft mengungkapkan temuan baru kalau teknologi kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) kini mulai dipakai hacker (peretas) untuk melakukan serangan siber. Namun bisakah teknologi AI dipakai untuk melawan balik?

Territory Manager Kaspersky Indonesia, Dony Koesmandarin menilai kalau serangan siber yang dilakukan hacker adalah sebuah kejahatan siber (cyber crime), termasuk yang dilakukan lewat AI.

Perbedaannya, kata dia, kini teknologinya  semakin canggih. Perkembangan alat inilah yang justru ikut membantu hacker melakukan serangannya.

"Cyber crime ya larinya pasti negatif, bukan positif. Cuma teknologinya lebih canggih. Sudah ada ChatGPT segala macam, itu sangat membantu mereka," ungkapnya saat ditemui di Jakarta, Selasa (27/2/2024). 

Baca Juga: AI Mengubah Wajah Pembalap F1 Menjadi Perempuan, Bagaimana Hasilnya?

Meskipun hacker mulai memanfaatkan AI, Dony optimistis kalau teknologi itu tetap memiliki kelemahan. Bahkan dia tak menampik kalau AI bisa dilawan balik dengan AI.

"Kalau kita bicara cyber crime, itu kan ada hitam dan putih. Di atasnya ada atas lagi," imbuhnya.

Sebagai penyedia layanan keamanan siber, Dony mengaku kalau itu termasuk tugas untuk Kaspersky. Ia mengupayakan segala hal untuk mengatasi serangan siber dan mengamankan pengguna di seluruh dunia.

"Kita akan melakukan itu, melakukan sedemikian rupa agar meningkatkan cyber security kepada pengguna di seluruh dunia," pungkasnya.

Sebelumnya Microsoft menemukan sebuah fenomena baru kalau hacker mulai menggunakan alat AI generatif seperti ChatGPT untuk melakukan serangannya.

Baca Juga: Usai Samsung, Oppo Indonesia Pastikan Rilis Fitur AI di HP

Perusahaan mengungkapkan kalau ChatGPT maupun teknologi lainnya mulai digunakan oleh peretas dari Iran, Korea Utara, Rusia, hingga China.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI