Suara.com - Yandex, platform mesin pencari yang suka disebut sebagai Google-nya Rusia, mengumumkan menjual perusahaannya di negeri sendiri. Kini perusahaan asal Rusia itu memilih kantor pusatnya di Belanda.
Yandex menjual operasional bisnisnya di Rusia dengan nilai 475 miliar Rubel atau sekitar Rp 81,6 triliun dalam bentuk uang tunai dan saham, sebagaimana dilaporkan Engadget, Rabu (7/2/2024).
Sekarang Yandex dimiliki oleh konsorsium yang terdiri dari perusahaan energi Rusia bernama Lukoil serta pengusaha lokal Rusia bernama Alexander Ryazanov.
Alasan Yandex dinasionalisasi di sana karena bisnis mereka terpengaruh perang Rusia vs Ukraina yang terjadi selama beberapa waktu lalu. Itu artinya platform pesaing Google ini berpeluang tumbuh dan bermitra dengan lebih bebas.
Baca Juga: Terlibat Skandal Kebocoran Data, Google Dihukum Rp 5,4 Triliun
Sejak invasi Rusia ke Ukraina, Yandex banyak menghadapi tekanan. Pendiri Yandex, Arkady Volozh mendapatkan sanksi dari Uni Eropa pada 2022 karena dituding mendukung propaganda Rusia.
Akibat itu, Yandex langsung menjual layanan agregator beritanya. Volozh pun secara terbuka mengutuk perang yang digencarkan pemerintahannya sendiri.
Kabar Yandex memutuskan hubungan dengan Rusia pertama kali mencuat sejak akhir tahun 2022. Kala itu perusahaan kelimpungan karena terdampak sanksi dan tidak bisa mengembangkan proyek perusahaan tanpa teknologi Barat.
Namun negosiasi antara Yandex dan Kremlin (sebutan untuk pemerintah Rusia) memerlukan waktu satu setengah tahun agar Yandex NV dapat memisahkan diri dari bisnisnya di Rusia.
Kesepakatan terakhir dicapai dengan diskon setidaknya 50 persen, sebuah praktik yang biasa dilakukan ketika Kremlin menganggap negara yang terdaftar seperti Belanda tidak ramah.