DoubleVerify: Ini Trend dan Lanskap Industri Media Digital dan Periklanan 2024

Suwarjono Suara.Com
Selasa, 30 Januari 2024 | 19:53 WIB
DoubleVerify: Ini Trend dan Lanskap Industri Media Digital dan Periklanan 2024
Business Director DoubleVerify Indonesia Muhammad Arif Bijaksana (Suwarjono/Suara.com)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Pasar media digital di Indonesia dan kawasan Asia Pasifik terus berkembang pesat. Saat ini pengguna sosial media di kawasan Asia Pasific mencapai 60 persen dari pengguna media sosial seluruh dunia. Sayangnya, jumlah ini tidak dibarengi dengan efektivitas para pemasang iklan, sehingga banyak pemasar gagal memanfatkan besarnya pengguna internet, termasuk Indonesia.

Hasil studi DoubleVerify,  platform perangkat lunak terkemuka untuk pengukuran, data, dan analitik media digital, menyebutkan bahwa hanya 17 persen pemasar yang mengevaluasi efektivitas iklan di media digital. Sebaliknya, mayoritas pemasang iklan tidak melakukan evaluasi efektivitas iklan sebagai indikator penting.

“Ada empat indikator penting dalam pemasangan iklan. Brand suitability atau brand safety, bahwa iklan brand yang baik muncul di konten berkualitas, viewbility atau keterlihatan dalam penayangan iklan, minimalisir fraud dan target geografi tepat sasaran,” kata Business Director DoubleVerify Indonesia Muhammad Arif Bijaksana saat memaparkan hasil studi bertajuk ”Raising the Bar in APAC: How Media Quality and Performance Drive Outcomes" yang digarap bersama dengan WARC di Jakarta, Selasa (30/1/2024).

Arif menjelaskan, media sosial tumbuh pesat karena berkembang dari awalnya media sebagai konektivitas antar individu meningkat menjadi alat perdagangan atau jual beli. “DoubleVerify menemukan fakta bahwa 35 persen pemasar menyebut fragmentasi audiens sebagai kekhawatiran utama, dan hal ini memiliki alasan yang bagus,” kata dia.

Pertumbuhan pengguna internet ini juga mendorong pertumbuhan belanja iklan digital di kawasan Asia Pasifik sangat besar, termasuk Indonesia.  Arif mencontohkan belanja iklan di Indonesia tercatat hingga mencapai nilai sekitar USD 2,565 juta (setara sekitar lebih dari Rp 40 triliun) untuk tahun 2023 dan di tahun ini, nilai belanja iklan digital di Indonesia diproyeksikan akan mencapai lebih dari USD 3,051 juta (atau sekitar lebih dari Rp 48 triliun).

Disayangkan bila besaran iklan digital ini tidak bekerja optimal di media digital yang semua bisa diukur secara presisi.  “Kehadiran platform digital menjadi peluang besar bagi pemasar dan brand untuk dapat memaksimalkan performa kampanye periklanan mereka, demi menjangkau target yang lebih luas secara lebih efektif,” kata dia.

Dijelaskan Muhammad Arif Bijaksana, pertumbuhan media ritel juga menjadi hal unik yang disorot oleh DoubleVerify,  seperti dari tahap penelusuran hingga pembelian, konsumen di Asia Pasifik menggunakan media sosial di berbagai tahap dalam melakukan pembelian. Konsumen di Indonesia (sebanyak 63%) secara signifikan memanfaatkan media sosial untuk melakukan riset produk yang mereka butuhkan.

Temuan lainnya, lanjut Arif,  super-app juga menjadi fenomena besar saat ini, di mana local commerce market seperti Grab, Lazada dan Tokopedia tumbuh populer sebagai channel pencarian, mengalahkan media sosial dan Google Search.

Akibatnya, peningkatan penggunaan e-commerce memberikan peluang tambahan bagi pengiklan untuk menjangkau konsumen yang berniat menghabiskan lebih banyak waktu online, terutama di e-commerce, seperti di kala Ramadan (berdasarkan survei Maret 2023), yang berniat melakukan pembelian sejumlah produk seperti; busana dan aksesoris (76%).

Muhammad Arif Bijaksana, Conrad Tallarity dan team DoubleVerify (Suwarjono/Suara.com)
Muhammad Arif Bijaksana, Conrad Tallarity dan team DoubleVerify (Suwarjono/Suara.com)

Dari hasil studi DV juga terungkap perhatian pengguna juga menjadi hal menarik yang diulas, seperti pada 2023 lalu, kini sebanyak 70% konsumen di Asia Tenggara (66% di Indonesia) menghabiskan lebih banyak waktu untuk online di jika dibandingkan dengan era sebelum pandemi.

Sebanyak 98% pemasar yang disurvei mengatakan mereka menggunakan alat pengukuran metrik attention untuk mengevaluasi pembelian media digital. Namun, pengukuran metrik tradisional saja tidaklah cukup.

Terakhir, namun tidak kalah penting adalah terjadinya transformasi periklanan dengan AI.

“ Teknologi di dunia ini terus menerus berevolusi, begitu pula dengan industri periklanan, ditandai dengan hadirnya periklanan digital (tahun 2010an), programatik (tahun 2010an) dan kecerdasan buatan (di tahun 2020an,” kata Arif.

Managing Director, APAC, DoubleVerify  Conrad Tallariti  mengatakan pemasar di kawasan Asia Pasifik, termasuk Indonesia, memiliki sentimen positif terhadap pengukuran kualitas media, dengan 91% setuju bahwa hal tersebut penting untuk dilakukan untuk mendorong pemanfaatan saluran media yang sukses

Dari hasil studi DV menunjukkan bahwa verifikasi iklan tidak dilakukan secara always-on oleh pemasar di Asia Pasifik. Hanya 1 di antara 3 pemasar yang menggunakan alat verifikasi secara ad-hoc.

Sudah waktunya pemasar lebih efektif lagi. Conrad menambahkan, pengiklan harus tetap melindungi investasi mereka dengan melakukan verifikasi berkala terhadap semua saluran digital, agar tidak berisiko membuang-buang investasi mereka. “ Kualitas media harus menjadi dasar dari setiap kampanye periklanan, dan pemasar membutuhkan edukasi lebih tentang verifikasi,” kata dia.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI