Suara.com - Menteri Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Budi Arie Setiadi menanggapi soal terseretnya nama Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi Kementerian Kominfo (BAKTI Kominfo) dalam kasus korupsi perusahaan software asal Jerman, SAP.
Budi Arie menilai kalau hubungan BAKTI Kominfo (sebelumnya bernama Balai Penyedia dan Pengelola Pembiayaan Telekomunikasi dan Informatika (BP3TI) dan SAP terjadi sudah lama, yakni sekitar tahun 2015-2018. Bahkan petinggi BAKTI saat itu kini juga sudah meninggal dunia.
"Itu kan peristiwa tahun 2015-2018, dan itu peristiwa udah lama. Dan kebetulan Dirutnya Pak Aji juga sudah almarhum," katanya di sela-sela konferensi pers yang digelar di kantor PBNU, Jakarta, Kamis (18/1/2024).
Budi menganggap kalau kasus korupsi SAP yang melibatkan berbagai pejabat di Indonesia ini hanyalah masalah persaingan antar perusahaan.
Baca Juga: Profil Andi Putra, Mantan Bupati Kuansing dan Kasus Korupsi yang Menjeratnya
"Ini kan sebenarnya, sudah lah, kalau saya mau bicara ini kan persaingan antar korporasi internasional," lanjut dia.
Menkominfo pun mengakui kalau angka proyek kerja sama BAKTI Kominfo dan SAP sebesar Rp 12 miliar itu tidak terlalu besar.
"Toh sebenarnya angkanya juga, mohon maaf, tidak terlalu signifikan. Kalau bicara cuma Rp 12 miliar di proyek di namanya masih BP3TI, namanya belum BAKTI," beber Budi Arie.
"Tapi menurut saya ini skalanya terlalu kecil dan enggak terlalu urgent juga," sambungnya lagi.
Kendati begitu Budi Arie mengaku siap apabila BAKTI Kominfo mau diproses secara hukum.
"Tapi kalau ada memang masalah hukum dan lain-lain, silahkan saja aparat penegakan hukum, tidak masalah," timpal dia.
Baca Juga: BUMN Terseret Kasus Suap SAP, Stafsus Erick Thohir Buka Suara
Lebih lanjut Budi Arie juga sudah meminta pihak internal Kominfo untuk memeriksa keterlibatan BAKTI dalam masalah suap SAP. Sayang hal itu dianggap sulit karena petinggi BAKTI sudah meninggal dunia.
"Saya sudah minta Irjen untuk memeriksa ini. Cuma masalahnya, Dirut ketika itu sudah almarhum. Tapi kalau lembaga penegak hukum mau menindaklanjutinya, silahkan saja," jelas dia.
Tanggapan BAKTI Kominfo
Diketahui BAKTI Kominfo sempat terseret dalam kasus korupsi SAP yang terjadi saat periode tahun 2015-2018. Namun kala itu nama BAKTI Kominfo masih dikenal sebagai Balai Penyedia dan Pengelola Pembiayaan Telekomunikasi dan Informatika (BP3TI).
Kepala Divisi Humas dan SDM BAKTI Kominfo, Sudarmanto menerangkan kalau di tahun 2018, BP3TI berubah nama menjadi BAKTI Kominfo melalui Peraturan Menteri Kominfo Nomor 3 Tahun 2018 tentang Organisasi dan Tata Kerja BAKTI.
Di tahun itu, BLU BAKTI Kominfo menggunakan SAP dengan nilai kontrak untuk komponen perangkat lunak dan license SAP sebesar Rp 12,6 miliar demi memperbaiki tata kelola dan modernisasi proses bisnis.
"Kontrak tersebut dilakukan melalui suatu proses perencanaan dan pengadaan yang transparan dan akuntabel sesuai ketentuan perundangan-undangan dan peraturan yang berlaku," kata Sudarmanto dalam siaran pers yang diterima, Senin (15/1/2024).
Dia memastikan kalau BAKTI Kominfo bakal melakukan pemeriksaan internal usai nama lembaganya dicatut dalam kasus tersebut.
Tak hanya itu, BAKTI Kominfo mengklaim bakal berkomitmen menjunjung tinggi penegakan hukum dan siap bekerja sama dengan otoritas terkait.
"Selain melakukan pemeriksaan internal terkait kasus tersebut, BAKTI berkomitmen menjunjung tinggi penegakan hukum dan akan bekerjasama dengan otoritas terkait untuk mendukung pengelolaan APBN yang inklusif dan berkelanjutan menuju Indonesia yang maju, makmur, sejahtera, dan bersih dari korupsi," tandasnya.
Kasus Korupsi SAP
Diketahui perusahaan software asal Jerman, SAP didenda 220 juta Dolar AS atau setara Rp 3,4 triliun usai terbukti melakukan penyuapan sesuai penyelidikan Departemen Kehakiman AS (DOJ) bersama Komisi Sekuritas dan Bursa AS (SEC).
Sanksi itu diberlakukan karena SAP terbukti melanggar Undang-Undang Praktik Korupsi Asing (FCPA) dengan melakukan skema pembayaran suap kepada pejabat pemerintah di Afrika Selatan dan Indonesia.
Denda tersebut nantinya akan digunakan untuk menyelesaikan penyelidikan atas kasus suap yang masih berlangsung. Dalam dokumen pengadilan, SAP telah menandatangani perjanjian penuntutan yang ditangguhkan (DPA) selama tiga tahun dengan departemen terkait.
Disampaikan oleh Asisten Jaksa Agung dari Divisi Kriminal DOJ, Nicole M. Argentieri, yang dikutip dari laman resmi SEC [www.sec.gov], SAP dengan sengaja menyuap pejabat pemerintah dan entitas terkait pemerintah di Afrika dan Indonesia guna memperoleh keuntungan dalam bisnis pemerintah di kedua negara.
Menanggapi tuduhan ini, SAP menegaskan, pihaknya akan mendukung pihak berwajib di Indonesia, Afrika Selatan dan seluruh dunia untuk melawan praktik korupsi.
"Keputusan ini menjadi momen krusial dalam perjuangan melawan praktik suap dan korupsi asing. SAP berkomitmen untuk memperkuat kerja sama dengan otoritas di Afrika Selatan dan di seluruh dunia," ucapnya, seperti yang dikutip dari situs resmi DOJ yang dikutip Redaksi Suara.com pada Senin (15/1/2024).
Nicole M. Argentieri menegaskan, kasus ini tidak hanya menunjukkan pentingnya koordinasi internasional dalam memerangi korupsi, tetapi juga mencerminkan cara pihak berwajib menegakkan hukum atas perusahaan agar mau bertanggung jawab.
Tuduhan tersebut saat ini telah diakui oleh SAP. Dalam dokumen penyelidikan, SAP dan mitranya disebut telah memberikan suap dan imbalan lainnya untuk memenuhi kepentingan pejabat asing di Afrika Selatan dan Indonesia. Bentuk penyuapan melibatkan uang tunai, sumbangan politik, transfer elektronik, dan berbagai barang mewah.
Pada periode tahun 2015-2018, SAP dilibatkan dalam skema penyuapan terhadap beberapa pejabat di Indonesia dengan tujuan meraih keuntungan bisnis secara ilegal.
Tindakan tersebut mempermudah SAP untuk memenangkan kontrak dengan berbagai departemen atau lembaga di Indonesia, termasuk Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dan Badan Aksesibilitas dan Informasi Kementerian Komunikasi dan Informatika (BAKTI Kominfo), sebagaimana disebutkan oleh DOJ.