Suara.com - Perusahaan pemilik ChatGPT, OpenAI mengumumkan kalau mereka bakal memperkenalkan alat untuk menangkal disinformasi jelang pemilihan umum (Pemilu) serentak yang digelar di beberapa negara di dunia tahun ini.
Pengumuman ini disampaikan jelang ajang Pemilu 2024 yang segera digelar di Amerika Serikat. Selain AS, negara lain yang juga menggelar Pemilu yakni Indonesia, India, hingga Inggris.
OpenAI mengatakan kalau mereka melarang teknologinya dijadikan untuk kampanye politik. Artinya, produk seperti ChatGPT hingga DALL-E 3 milik OpenAI tidak boleh dimanfaatkan untuk kampanye para capres Anies Baswedan, Prabowo Subianto, hingga Ganjar Pranowo.
“Kami ingin memastikan teknologi kami tidak digunakan dengan cara yang dapat merusak proses demokrasi," kata OpenAI blog resminya, dikutip dari NDTV, Selasa (16/1/2024).
Baca Juga: Kampanye ke Papua, Pedagang Ikan Langsung Curhat ke Anies Soal Kelangkaan BBM
Perusahaan menyebut kalau mereka masih mengulik seberapa efektif alat baru tersebut untuk melawan hoaks Pemilu 2024.
“Sampai kami mengetahui lebih banyak, kami tidak mengizinkan orang membuat aplikasi untuk kampanye politik dan lobi-lobi," lanjut perushaaan.
Disinformasi dan misinformasi yang disebabkan teknologi kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) memang menjadi risiko global jangka pendek terbesar dan berpotensi melemahkan pemerintahan baru yang akan terpilih.
Kekhawatiran terhadap hoaks pemilu dari AI sendiri sebetulnya dimulai beberapa tahun yang lalu. Namun kala itu belum ada teknologi yang bisa mendeteksi apakah konten tersebut hoaks atau bukan.
OpenAI mengatakan bahwa pihaknya sedang mengerjakan alat yang akan melampirkan atribusi yang andal ke teks yang dihasilkan oleh chatbot ChatGPT. Selain itu, mereka juga memberi pengguna kemampuan untuk mendeteksi apakah suatu gambar dibuat menggunakan DALL-E 3.
Baca Juga: Ungkap Persiapan Gibran Jelang Debat Cawapres, TKN: Makan Enak hingga Nonton Video Lucu-lucu
Misalnya, apabila ada pengguna yang bertanya soal informasi Pemilu di ChatGPT, maka aplikasi itu bakal mengarahkan pengguna ke situs resmi.
“Pelajaran dari pekerjaan ini akan menjadi masukan bagi pendekatan kami di negara dan wilayah lain,” beber OpenAI.
Dengan demikian OpenAI mengikuti jejak perusahaan teknologi lain seperti Meta hingga Google, yang mana keduanya sudah memiliki kebijakan khusus soal pemilu.