Suara.com - Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi Kementerian Komunikasi dan Informatika (BAKTI Kominfo) buka suara saat nama lembaganya dicatut di kasus korupsi SAP, perusahaan perangkat lunak asal Jerman.
Diketahui BAKTI Kominfo sempat terseret dalam kasus korupsi SAP yang terjadi saat periode tahun 2015-2018. Namun kala itu nama BAKTI Kominfo masih dikenal sebagai Balai Penyedia dan Pengelola Pembiayaan Telekomunikasi dan Informatika (BP3TI).
Kepala Divisi Humas dan SDM BAKTI Kominfo, Sudarmanto menerangkan kalau di tahun 2018, BP3TI berubah nama menjadi BAKTI Kominfo melalui Peraturan Menteri Kominfo Nomor 3 Tahun 2018 tentang Organisasi dan Tata Kerja BAKTI.
Di tahun itu, BLU BAKTI Kominfo menggunakan SAP dengan nilai kontrak untuk komponen perangkat lunak dan license SAP sebesar Rp 12,6 miliar demi memperbaiki tata kelola dan modernisasi proses bisnis.
Baca Juga: Kronologi Perusahaan Jerman Didenda Rp3,4 triliun Usai Suap Pejabat Indonesia
"Kontrak tersebut dilakukan melalui suatu proses perencanaan dan pengadaan yang transparan dan akuntabel sesuai ketentuan perundangan-undangan dan peraturan yang berlaku," kata Sudarmanto dalam siaran pers yang diterima, Senin (15/1/2024).
Dia memastikan kalau BAKTI Kominfo bakal melakukan pemeriksaan internal usai nama lembaganya dicatut dalam kasus tersebut.
Tak hanya itu, BAKTI Kominfo mengklaim bakal berkomitmen menjunjung tinggi penegakan hukum dan siap bekerja sama dengan otoritas terkait.
"Selain melakukan pemeriksaan internal terkait kasus tersebut, BAKTI berkomitmen menjunjung tinggi penegakan hukum dan akan bekerjasama dengan otoritas terkait untuk mendukung pengelolaan APBN yang inklusif dan berkelanjutan menuju Indonesia yang maju, makmur, sejahtera, dan bersih dari korupsi," tandasnya.
Kasus Korupsi SAP
Diketahui perusahaan software asal Jerman, SAP didenda 220 juta Dolar AS atau setara Rp 3,4 triliun usai terbukti melakukan penyuapan sesuai penyelidikan Departemen Kehakiman AS (DOJ) bersama Komisi Sekuritas dan Bursa AS (SEC).
Baca Juga: Bela Faisal Haris, Jennifer Dunn Disebut Kena Karma: Beda Istri Beda Rezeki
Sanksi itu diberlakukan karena SAP terbukti melanggar Undang-Undang Praktik Korupsi Asing (FCPA) dengan melakukan skema pembayaran suap kepada pejabat pemerintah di Afrika Selatan dan Indonesia.
Denda tersebut nantinya akan digunakan untuk menyelesaikan penyelidikan atas kasus suap yang masih berlangsung. Dalam dokumen pengadilan, SAP telah menandatangani perjanjian penuntutan yang ditangguhkan (DPA) selama tiga tahun dengan departemen terkait.
Disampaikan oleh Asisten Jaksa Agung dari Divisi Kriminal DOJ, Nicole M. Argentieri, yang dikutip dari laman resmi SEC [www.sec.gov], SAP dengan sengaja menyuap pejabat pemerintah dan entitas terkait pemerintah di Afrika dan Indonesia guna memperoleh keuntungan dalam bisnis pemerintah di kedua negara.
Menanggapi tuduhan ini, SAP menegaskan, pihaknya akan mendukung pihak berwajib di Indonesia, Afrika Selatan dan seluruh dunia untuk melawan praktik korupsi.
"Keputusan ini menjadi momen krusial dalam perjuangan melawan praktik suap dan korupsi asing. SAP berkomitmen untuk memperkuat kerja sama dengan otoritas di Afrika Selatan dan di seluruh dunia," ucapnya, seperti yang dikutip dari situs resmi DOJ yang dikutip Redaksi Suara.com pada Senin (15/1/2024).
Nicole M. Argentieri menegaskan, kasus ini tidak hanya menunjukkan pentingnya koordinasi internasional dalam memerangi korupsi, tetapi juga mencerminkan cara pihak berwajib menegakkan hukum atas perusahaan agar mau bertanggung jawab.
Tuduhan tersebut saat ini telah diakui oleh SAP. Dalam dokumen penyelidikan, SAP dan mitranya disebut telah memberikan suap dan imbalan lainnya untuk memenuhi kepentingan pejabat asing di Afrika Selatan dan Indonesia. Bentuk penyuapan melibatkan uang tunai, sumbangan politik, transfer elektronik, dan berbagai barang mewah.
Pada periode tahun 2015-2018, SAP dilibatkan dalam skema penyuapan terhadap beberapa pejabat di Indonesia dengan tujuan meraih keuntungan bisnis secara ilegal.
Tindakan tersebut mempermudah SAP untuk memenangkan kontrak dengan berbagai departemen atau lembaga di Indonesia, termasuk Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dan Badan Aksesibilitas dan Informasi Kementerian Komunikasi dan Informatika (BAKTI Kominfo), sebagaimana disebutkan oleh DOJ.