Suara.com - Didorong pergerakan digitalisasi yang cepat di Asia Pasifik (APAC) dan gesekan geopolitik, para ahli di Kaspersky memperkirakan lanskap ancaman siber yang akan datang di wilayah tersebut pada tahun ini.
Perusahaan keamanan siber global mengungkapkan bahwa, khususnya, bahaya phishing, penipuan, pelanggaran data, dan serangan siber bermotif geopolitik tampaknya terus menyasar organisasi dan individu di wilayah tersebut.
“Ekonomi digital di Asia Pasifik terus tumbuh secara eksponensial dan diperkirakan akan terus mempertahankan momentumnya dalam lima tahun ke depan," kata Vitaly Kamluk Kepala Pusat Penelitian Asia Pasifik, Tim Penelitian dan Analisis Global (Global Research and Analysis Team/GReAT) di Kaspersky.
Dengan upaya digitalisasi termasuk adopsi teknologi seperti pembayaran digital, dia menambahkan, Super Apps, IoT, kota pintar, dan kini Kecerdasan Buatan (AI) generatif, keamanan siber akan menjadi kunci utama untuk memastikan seluruh pertahanan di kawasan ini terhadap potensi serangan siber yang merusak.
Baca Juga: Survei: 13 Persen Orang Tidak Menghapus Dokumen dan Aplikasi Sama Sekali
"Dalam kaitannya dengan Ancaman Persisten Tingkat Lanjut (Advanced Persistent Threats/APT) yang canggih, kami telah melihat bahwa spionase dunia maya masih menjadi tujuan utama kelompok-kelompok Asia," ungkapnya.
Diperkirakan tren ini akan terus berlanjut pada tahun 2024 karena ketegangan geopolitik yang ada di kawasan ini.
Peneliti GReAT Kaspersky juga telah merinci prediksi utama ancaman siber pada tahun 2024 untuk negara dan wilayah utama di Asia Pasifik.
Skala penipuan di Asia Tenggara
Menurut laporan PBB, ratusan ribu orang dari Asia Tenggara (SEA) direkrut untuk bergabung dalam operasi penipuan online seperti penipuan investasi percintaan, penipuan kripto, pencucian uang, dan perjudian ilegal.
Baca Juga: Survei: 71 Persen Gamer Rela Berburu Diskon
Perekrutan untuk operasi kriminal ini sebagian besar dilakukan melalui peran profesional yang diiklankan seperti pemrogram, pemasar, atau spesialis sumber daya manusia, melalui prosedur yang tampak sah dan bahkan rumit.
Meningkatnya penggunaan dan kepercayaan terhadap metode pembayaran digital, kurangnya kebijakan yang melindungi hak-hak pengguna online.
Selain itu, banyaknya orang yang terpaksa bergabung dalam operasi penipuan online menambah kompleksitas masalah besar di Asia Tenggara dan penyelesaiannya.
Menurut Kamluk. penegak Hukum sedang menangani banyak kasus tersebut, yang melibatkan serangan penipuan dan phishing.
"Kami telah melihat operasi yang berhasil pada tahun 2023, seperti operasi gabungan Polisi Federal Australia (AFP), dan Biro Investigasi Federal Amerika Serikat (FBI) danKepolisian Malaysia yang berhasil menangkap 8 orang di balik sindikat yang menjalankan kampanye phishing sebagai layanan online,” katanya.
“Kami berpendapat bahwa skala penipuan online dan serangan phishing di Asia Tenggara akan terus meningkat di tahun-tahun mendatang karena kurangnya pengetahuan teknis dan hukum dari banyak orang yang terlibat dalam serangan tersebut, mulai dari operator hingga
korban,” pungkasnya.