Suara.com - Calon presiden (Capres) Anies Baswedan, Prabowo Subianto, dan Ganjar Pranowo memiliki cara masing-masing dalam mengatasi keamanan siber di Indonesia.
Dalam debat capres ketiga yang digelar Minggu (7/1/2024) malam, ketiganya memiliki versi tersendiri untuk mengatasi ancaman hacker alias peretas demi menghindari kebocoran data.
Suara.com merangkum cara masing-masing capres dalam menghadapi ancaman siber di RI. Berikut ulasannya.
Anies Baswedan
Anies Baswedan mengungkapkan tiga cara untuk menghadapi ancaman siber yang selama ini terjadi di Indonesia. Ia menilai kalau hacker adalah tantangan nyata yang dirasakan masyarakat.
Baca Juga: Disebut Tak Pantas Bicara Etik Oleh Prabowo, Anies: Kalau Tak Mampu Jawab Jangan Menyalahkan
"Ini adalah salah satu ancaman non tradisional yang makin hari makin nyata dirasakan di Indonesia. Kita merasakan keluarga-keluarga kita, HP, komputer, menghadapi tantangan hacking," ucap dia.
Anies menyebut kalau tiga cara ini diperlukan karena ia merasa tidak cukup kalau tugas itu hanya diberikan kepada sekelompok orang.
Pertama, Anies menyebut kalau pemerintah harus membangun sistem dan perencanaan yang komprehensif. Ini harus melibatkan seluruh lembaga, termasuk komponen masyarakat.
Kedua, lanjut Anies, pemerintah perlu pengadaan untuk teknologi-teknologi terbaru. Namun ia menilai kalau kuncinya tak sebatas teknologi, tapi juga keterlibatan yang disebutnya secara semesta.
Ketiga adalah pemerintah harus memiliki mekanisme untuk merespons balik serangan siber yang terjadi. Dengan demikian pemerintah bisa lebih cepat untuk memperbaiki sistem yang diserang hacker.
Baca Juga: Dinahkodai Rachmat Gobel, TKD Gorontalo Yakin Suara Pemilih Jokowi akan Bermigrasi ke Pasangan AMIN
"Jadi menyusun ini adalah satu, melibatkan secara komprehensif. Kedua, menggunakan teknologi terbaru. Ketiga, system recovery yang cepat," simpul Anies.
Prabowo Subianto
Prabowo berpandangan kalau sumber daya manusia (SDM) adalah poin terpenting dalam mengatasi masalah siber di Indonesia, ketimbang perkembangan teknologinya.
"Tetapi yang nyata tentang masalah AI, siber, teknologi tinggi, dan sebagainya, adalah sumber manusianya, awaknya," jawab Prabowo.
Prabowo bercerita, saat dirinya menjabat Menteri Pertahanan (Menhan), ia sudah membentuk empat fakultas baru di bidang sains, teknologi, engineering, dan mathematics.
"Untuk menguasai AI, untuk menguasai siber, bukan barang yang kita beli. Kita harus kuasai know-how-nya. Kita harus kuasai sistem yang harus kita pegang," timpal dia.
Ganjar Pranowo
Ganjar berpendapat kalau pemerintah mesti menguatkan Badan Siber dan Sandi Negara. Hal penting lainnya yakni menyiapkan sistem keamanan yang baik.
"Yang pertama, kita mesti menguatkan BSSN, dan kita penting untuk membuat security system yang baik," ucap dia.
Ganjar sepakat soal pendapat Anies dan Prabowo yang menyinggung SDM hingga infrastruktur untuk menghadapi ancaman siber. Tapi dirinya menambahkan kalau faktor kecepatan dan jangkauan internet juga diperlukan.
"Maka kalau kita kemudian membuat satu sistem infrastruktur yang bagus, jangan dikorupsi. Ini yang kemudian jadi persoalan, maka tidak pernah selesai," sambungnya.
Selain itu, Ganjar menyebut kalau kalau para penerima beasiswa Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) memiliki potensi tinggi untuk terlibat dalam melindungi ancaman siber.
Dilanjutkan dia, para alumni beasiswa LPDP ini perlu diberikan ruang untuk bekerja. Bahkan mereka juga bisa melibatkan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) untuk membuat kolaborasi terbaik.
Terakhir, Ganjar menyarankan kalau institusi Kepolisian Republik Indonesia (Polri) juga mesti menyiapkan institusi keamanan siber yang nantinya dipimpin oleh jenderal bintang tiga.
"Dan kita perlu duta besar siber," tutup Ganjar.