Selain itu, Sigit juga menjabarkan perbandingan pendapatan telekomunikasi dengan OTT.
“Pendapatan operator telekomunikasi pada tahun 2010 memang bisa mencapai 458 miliar Dolar AS dari SMS dan voice, sedangkan OTT dulu hanya 41 miliar Dolar AS," katanya.
Tetapi, dia menambahkan, kini pada 2021 terbalik, perusahaan telekomunikasi hanya mendapat 702 miliar Dolar AS sedangkan OTT 753 miliar Dolar AS.
"Prediksinya pendapatan OTT akan terus naik ke depannya,” sambung Sigit.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Indonesia ICT Institute, Heru Sutadi mengatakan, saat ini
perkembangan bisnis telekomunikasi terdestrupsi oleh perusahaan OTT yang membuat trafik voice dan SMS menurun.
![Diskusi desakan regulasi OTT dalam Selular Business Forum bertema ‘Urgensi Regulasi OTT Demi Mengembalikan Kesehatan Industri Seluler’, di Jakarta, Rabu (27/12/2023). [Suara.com/Dythia Novianty]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2023/12/28/99093-diskusi-desakan-regulasi-ott.jpg)
“Perusahaan telekomunikasi hanya seperti penyedia pipa (dumb pipe) dengan capex dan
apex yang besar," ucapnya.
Sementara OTT, dia menambahkan, berselancar di atas jaringan yang dibangun perusahaan
telekomunikasi.
"Harus ada sumbangsih OTT untuk turut membantu operator telekomunikasi membangun infrastruktur digital," tegas Heru.
Caranya, tambahnya, bisa dengan pajak digital hingga penerimaan negara bukan pajak atau PNBP.
Baca Juga: Opensignal Ungkap Provider dengan Pengalaman Video Terbaik
Menurut dia, Indonesia bisa belajar dari negara lain yang telah menerapkan digital services tax.