Suara.com - Wakil Presiden (Wapres) RI Maruf Amin menyoroti soal banyaknya kasus kebocoran data yang terjadi di Indonesia beberapa waktu belakangan.
Ia meminta para lembaga publik untuk menganggap kalau kebocoran data adalah isu serius yang mesti diperhatikan bersama.
“Akhir-akhir ini muncul persoalan terkait kebocoran data di beberapa badan publik. Ini adalah isu serius yang mesti menjadi perhatian kita bersama,” ucap Wapres Ma’ruf Amin, dikutip dari siaran pers Kominfo, Selasa (19/12/2023).
Menurut Ma'ruf Amin, data pribadi saat ini memang rawan disalahgunakan. Maka dari itu dia meminta lembaga pemerintah untuk menjaga kerahasiaan data pribadi masyarakat.
Baca Juga: Ma'ruf Amin Dapat Apa Saja Setelah Pensiun, Ada Rumah Hingga Puluhan Juta per Bulan
“Urgensi perlindungan data pribadi semakin tinggi, karena data pribadi sangat rentan disalahgunakan untuk kepentingan yang tidak sah,” sambung dia.
Ma'ruf Amin menjelaskan, pemerataan layanan informasi publik di seluruh Indonesia masih menjadi pekerjaan rumah bersama.
Maka dari itu, Pemerintah harus tetap mengupayakan pembangunan infrastruktur komunikasi, khususnya di wilayah Tertinggal, Terdepan, dan Terluar (3T).
"Terlebih, bangsa Indonesia sedang dalam masa pemilihan umum (pemilu). Keterbukaan informasi publik yang akurat dan andal kini menjadi sangat vital karena bangsa kita tengah menjalani proses Pemilu," katanya.
"Aspek keterbukaan informasi diyakini sebagai kunci untuk mendorong partisipasi pemilih, serta pelaksanaan Pemilu dan Pilkada yang jujur dan adil,” tegasnya lagi.
Baca Juga: Hati-hati! Ada Banyak Bug Berbahaya di HP Samsung
Diketahui kasus kebocoran data di Indonesia yang terjadi beberapa waktu belakangan ada di Komisi Pemilihan Umum (KPU). Seorang hacker bernama Jimbo mengklaim kalau dirinya berhasil membobol data KPU. Tak main-main, kebocoran data ini mencakup 252 juta orang atau sekitar 252.327.304.
Adapun jenis data yang disebarkan mencakup Nomor Induk Kependudukan (NIK), Nomor Kartu Keluarga (KK), Nomor KTP, Paspor, Nama, Lokasi Tempat Pemungutan Suara (TPS), status difabel, E-KTP, jenis kelamin, tanggal lahir, tempat lahir, status pernikahan, alamat RT/RW, dan lainnya.
Dia mengklaim kalau data tersebut berasal dari situs KPU.go.id dengan cakupan masyarakat dalam negeri maupun luar negeri. Bahkan Jimbo juga memberikan sampel data sebesar 500.000.
Jimbo menjual data KPU tersebut seharga 2 Bitcoin atau sekitar 74.000 Dolar Amerika Serikat, yang mana nilainya berkisar Rp 1,1 triliun.