Suara.com - Perusahaan konsultan Deloitte memanfaatkan teknologi kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) untuk menghindari pemutusan hubungan karyawan (PHK) massal.
Perusahaan yang masuk 'big four' ini menggunakan AI untuk mengevaluasi kinerja karyawan. Dengan ini Deloitte bisa melihat siapa saja yang memang produktif dalam bekerja maupun sebaliknya.
Nah untuk karyawan yang dianggap tidak sesuai penilaian, mereka akan dirotasi ke divisi yang menuntut pekerjaan lebih banyak.
Hasil evaluasi ini merupakan bagian dari rencana perusahaan untuk menyaksikan pertumbuhan perekrutan dari waktu ke waktu di masa depan.
Baca Juga: Dipenjara, Eks Perdana Menteri Pakistan Pakai AI untuk Berpidato dalam Kampanye
Penilaian berbasis AI ini akan berefek pada total 130.000 karyawan di Deloitte selama 2023, sebagaimana dikutip dari India Today, Senin (18/12/2023).
Namun, di tengah pembukaan lowongan kerja massal, perusahaan juga memperingatkan karyawannya di AS dan Inggris bahwa lapangan kerja mungkin akan hilang.
Sebab perusahaan tersebut diduga terpaksa merestrukturisasi departemen dan bisnis tertentu di tengah penurunan permintaan.
Sebenarnya penggunaan AI di perusahaan jasa seperti Deloitte ini bukanlah pertama kali. Korporat lain pun sudah memanfaatkan generative AI untuk optimalisasi pekerjaan.
Misalnya, AI banyak digunakan untuk menyelesaikan tugas berulang dan memakan waktu lama. Biasanya pekerjaan jenis ini lebih diberikan pada karyawan junior.
Baca Juga: Google Sebut Orang Indonesia Mulai Tertarik soal Isu Teknologi
Contohnya, produk AI seperti ChatGPT bisa menyelesaikan tugas seperti mempersiapkan dokumen untuk rapat internal atau mengumpulkan data untuk kepentingan presentasi klien.
Untuk konteks Deloitte, AI dimanfaatkan untuk mengelola masuknya ribuan karyawan setiap tahun agar bekerja lebih efisien. Diketahui mereka sudah merekrut ribuan orang, yang jumlah karyawannya kini sudah mencapai 460 ribu.