Suara.com - Berdasarkan laporan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), hingga Oktober 2023 ditemukan sebanyak 361 juta serangan siber atau anomali traffic yang terjadi di Indonesia.
Padahal, nilai transaksi digital nasional menurut Bank Indonesia dalam 5 tahun terakhir tumbuh lebih dari 158 persen.
Tingginya risiko kejahatan siber pun perlu segera ditanggulangi, terlebih untuk menjamin keamanan data dalam bertransaksi digital.
“Terdapat 1.900 kelompok pelaku kejahatan siber yang termonitor secara global dengan ancaman seperti ransomware hingga phishing," jelas Ardi Sutedja, Chairman of Indonesia Cyber Security Forum dalam Media Clinic AFTECH bersama VIDA.
Menurutnya, peretasan sendiri tidak bisa dilakukan seketika, artinya apabila baru terdeteksi sekarang maka teknologi keamanan siber yang digunakan tidak berhasil mendeteksi ancaman secara dini.
"Dampaknya, infrastruktur tidak bisa lagi dimanfaatkan dan menyebabkan ketidakpercayaan publik,” kata dia dalam keterangan resminya, Selasa (5/12/2023).

Pelindungan data pribadi sangat dibutuhkan bukan saja bagi pengguna namun juga bagi pemain industri fintech untuk meningkatkan digital trust bagi masyarakat luas.
Digital identity dapat menjadi solusi dalam melindungi data pribadi dan hak privasi pengguna di tengah pesatnya penggunaan teknologi dan perkembangan kejahatan siber.
Implementasinya dapat mengurangi resiko penyalahgunaan identitas, sehingga meningkatkan kepercayaan digital di masyarakat.
Baca Juga: Aturan Turunan UU PDP Selesai, Kominfo Targetkan Terbit Tahun Depan
Ahmad Taufik, SVP Product VIDA, memaparkan, tahun lalu, digital identity yang paling banyak digunakan adalah tanda tangan digital dan diproyeksikan akan naik sembilan kali lipat hingga 2030.