Risiko Kejahatan Siber Diprediksi Semakin Tinggi, Keamanan Data Pribadi Perlu Ditingkatkan

Dythia Novianty Suara.Com
Selasa, 05 Desember 2023 | 08:35 WIB
Risiko Kejahatan Siber Diprediksi Semakin Tinggi, Keamanan Data Pribadi Perlu Ditingkatkan
Ilustrasi perlindungan data pribadi. [Freepik]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Berdasarkan laporan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), hingga Oktober 2023 ditemukan sebanyak 361 juta serangan siber atau anomali traffic yang terjadi di Indonesia.

Padahal, nilai transaksi digital nasional menurut Bank Indonesia dalam 5 tahun terakhir tumbuh lebih dari 158 persen.

Tingginya risiko kejahatan siber pun perlu segera ditanggulangi, terlebih untuk menjamin keamanan data dalam bertransaksi digital.

“Terdapat 1.900 kelompok pelaku kejahatan siber yang termonitor secara global dengan ancaman seperti ransomware hingga phishing," jelas Ardi Sutedja, Chairman of Indonesia Cyber Security Forum dalam Media Clinic AFTECH bersama VIDA.

Baca Juga: Aturan Turunan UU PDP Selesai, Kominfo Targetkan Terbit Tahun Depan

Menurutnya, peretasan sendiri tidak bisa dilakukan seketika, artinya apabila baru terdeteksi sekarang maka teknologi keamanan siber yang digunakan tidak berhasil mendeteksi ancaman secara dini.

"Dampaknya, infrastruktur tidak bisa lagi dimanfaatkan dan menyebabkan ketidakpercayaan publik,” kata dia dalam keterangan resminya, Selasa (5/12/2023).

Ilustrasi Hacker (Pexels/Jules Amé)
Ilustrasi Hacker (Pexels/Jules Amé)

Pelindungan data pribadi sangat dibutuhkan bukan saja bagi pengguna namun juga bagi pemain industri fintech untuk meningkatkan digital trust bagi masyarakat luas.

Digital identity dapat menjadi solusi dalam melindungi data pribadi dan hak privasi pengguna di tengah pesatnya penggunaan teknologi dan perkembangan kejahatan siber.

Implementasinya dapat mengurangi resiko penyalahgunaan identitas, sehingga meningkatkan kepercayaan digital di masyarakat.

Baca Juga: Prediksi Kejahatan Siber pada 2024 di Sektor Konsumen, Deepfake Suara Bakal Marak

Ahmad Taufik, SVP Product VIDA, memaparkan, tahun lalu, digital identity yang paling banyak digunakan adalah tanda tangan digital dan diproyeksikan akan naik sembilan kali lipat hingga 2030.

"Tata kelola tanda tangan digital sudah sesuai dengan UU Perlindungan Data Pribadi (PDP), sehingga terjamin keamanannya," ungkapnya.

VIDA Sign sendiri menawarkan kelebihan dengan proses onboarding yang lebih cepat dan mudah bagi pengguna individu maupun bisnis.

"Kekuatan hukum VIDA Sign pun sama kuatnya dengan tanda tangan basah,” dia menambahkan.

Sebagai PSrE yang berinduk di bawah Kominfo, VIDA menjadi solusi penyedia layanan digital identity yang aman, mudah, dan memberikan kepastian hukum melalui layanan verifikasi identitas, tanda tangan digital, dan otentikasi multifaktor.

Bersama AFTECH, VIDA menyelenggarakan Media Clinic AFTECH “Tingkatkan Kesadaran Data Pribadi: VIDA Ajak Pengguna Untuk Menjaga Keamanan Data Masing-Masing”.

Ancaman kejahatan siber [Foto: ANTARA]
Ancaman kejahatan siber [Foto: ANTARA]

Aries Setiadi, Executive Director AFTECH melihat, di balik tumbuhnya industri fintech dan ekosistem digital, tentunya terdapat resiko keamanan siber yang mengikuti.

Ada beberapa langkah utama yang harus dilakukan baik dari segi konsumen, pelaku industri, asosiasi, regulator atau pemerintah.

"Dari sisi AFTECH, kami terus mendorong langkah-langkah keamanan siber untuk mencegah adanya penipuan, pelanggaran data pribadi dan kasus yang tidak sah, serta mendorong dan memperkuat GRC,” tuturnya.

Hal selaras juga disampaikan Gajendran Kandasamy, Co-Founder and Chief Product & Innovation Officer VIDA.

“Harapannya, Indonesia dapat menjadi negara yang unggul diantara negara-negara ASEAN dalam hal implementasi perlindungan data pribadi," pungkasnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI