5 Alasan Menkominfo Revisi UU UTE: Dari Pasal Karet hingga Upaya Perlindungan Anak

Dicky Prastya Suara.Com
Rabu, 22 November 2023 | 15:19 WIB
5 Alasan Menkominfo Revisi UU UTE: Dari Pasal Karet hingga Upaya Perlindungan Anak
Menteri Kominfo saat memaparkan data penanganan judi online di Kantor Kominfo, Jakarta, Jumat (20/10/2023).
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Menteri Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Budi Arie Setiadi bersama Komisi I DPR RI baru saja menyetujui revisi Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) ke tingkat dua atau Rapat Paripurna DPR RI sebelum akhirnya disahkan menjadi Undang-Undang.

Menkominfo Budi Arie menyebutkan, setidaknya ada lima alasan Pemerintah untuk melakukan revisi UU ITE, tepatnya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

"RUU Perubahan Kedua UU ITE merupakan kebijakan besar Indonesia untuk menghadirkan ruang digital Indonesia agar tetap bersih, sehat, beretika, produktif, dan berkeadilan," kata Budi Arie dalam Pendapat Akhir Pemerintah atas Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Kedua UU ITE, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (22/11/2023).

"Sama halnya di ruang fisik, Pemerintah memiliki tanggung jawab untuk memenuhi HAM yang dimiliki oleh pengguna internet Indonesia di ruang siber," lanjut dia.

Baca Juga: Selangkah Lagi, RUU ITE Bakal Disahkan Jadi Undang-Undang

5 alasan Menteri Kominfo untuk merevisi UU ITE

Pertama, kata Budi Arie, penerapan norma-norma pidana dalam UU ITE berbeda-beda di berbagai tempat. Oleh karenanya, banyak pihak yang menganggap norma-norma UU ITE multitafsir, karet, memberangus kemerdekaan pers, hingga mengancam kebebasan berpendapat.

Kedua, UU ITE yang ada saat ini belum dapat memberikan pelindungan yang optimal bagi pengguna internet Indonesia, khususnya anak yang menggunakan produk atau layanan digital.

"Penggunaan produk atau layanan digital tersebut, jika digunakan secara tepat, dapat memberikan manfaat besar bagi pertumbuhan dan perkembangan anak," papar dia.

Akan tetapi dalam berbagai situasi, anak belum memiliki kapasitas atau kemampuan untuk memahami berbagai risiko atau potensi pelanggaran hak anak yang mungkin terjadi dalam penggunaan produk atau layanan digital.

Baca Juga: Kominfo Resmi Terjun ke Metaverse dan Rilis Fitur Ramah Disabilitas

"Oleh karenanya, Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) yang menyelenggarakan produk atau layanan digital tersebut harus mengambil tanggung jawab untuk memenuhi hak-hak anak, sekaligus melindungi
anak dari bahaya atau risiko fisik maupun psikis," lanjut Budi Arie.

Ketiga, UU ITE yang ada saat ini perlu mengoptimalkan peran pemerintah dalam membangun ekosistem digital yang adil, akuntabel, aman, dan inovatif.

Ia memaparkan, Indonesia memiliki potensi ekonomi digital yang besar. Menurut data dari Google, Temasek, dan Bain, di tahun 2022 nilai dari ekonomi digital ASEAN mencapai USD 194 miliar.

"Sementara Indonesia berkontribusi sebanyak 40 persen dari nilai tersebut," imbuhnya.

Melihat besarnya potensi ekonomi digital Indonesia saat ini dan di masa depan, Pemerintah perlu memperkuat regulasi Indonesia dalam memberikan perlindungan bagi pengguna layanan digital Indonesia, dan pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).

Keempat, layanan sertifikasi elektronik juga merupakan salah satu aspek yang perlu diperkuat. PSE telah memberikan berbagai layanan sertifikasi selain tanda tangan elektronik.

"Misalnya, segel elektronik dan autentikasi situs web serta identitas digital. Indonesia membutuhkan landasan hukum yang lebih komprehensif dalam membangun kebijakan identitas digital serta layanan sertifikasi elektronik lainnya," paparnya.

Kelima, dalam melakukan penegakan hukum, UU ITE yang ada saat ini masih memerlukan penguatan kewenangan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Kementerian Komunikasi dan Informatika dalam melakukan penyidikan tindak pidana siber.

Para pelaku tindak pidana menggunakan rekening bank untuk menyimpan hasil kejahatan yang mereka lakukan. Para pelaku kejahatan juga membeli atau memperdagangkan aset digital dalam skema kejahatan mereka.

"Dalam hal ini, PPNS di sektor Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) memerlukan kewenangan untuk memerintahkan Penyelenggara Sistem Elektronik dalam melakukan pemutusan akses secara sementara terhadap rekening bank, uang elektronik, dan/atau aset digital," jelas dia.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI