Suara.com - Data Center alias Pusat Data ternyata ikut berperan penting dalam menyumbang emisi karbon. Alasannya, data center memakan daya listrik besar dan berdampak pada kelestarian lingkungan.
Riset dari Climatic Analysis, The Shift Project, dan Our World in Data menyebutkan kalau data center menyumbang 2,5-3,7 persen dari emisi karbon dunia. Angka ini lebih tinggi ketimbang industri penerbangan dengan persentase 2,4 persen.
Sementara itu Indonesia menempati posisi ke-6 sebagai negara penyumbang emisi global terbesar di dunia. Indonesia berada di bawah China, Amerika Serikat, India, Rusia, dan Jepang.
Untuk mendukung pengurangan emisi global, pemerintah telah melakukan berbagai upaya melalui regulasi. Contohnya ada Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2016 tentang Pengesahan Paris Agreement, PP 16 Tahun 2021 tentang Bangunan Gedung, Perpres 96 Tahun 2014 tentang Rencana Pita Lebar Indonesia dan Perpres 95 tahun 2018 tentang Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik.
Baca Juga: BSSN Bongkar Alasan Kenapa Situs Pemerintah Rentan Kebocoran Data
Aturan itu kemudian nantinya akan dilanjutkan dengan pembuatan Standarisasi Pusat Data Nasional yang ramah lingkungan. Saat ini Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) berkoordinasi dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) untuk mengusulkan ke Badan Standardisasi Nasional (BSN) untuk pembuatan SNI Pusat Data Hijau dan Pusat Data Bentukan Perangkat Lunak untuk dijadikan SNI.
“Untuk itu, Kementerian Ketenagakerjaan siap berkolaborasi dengan Kementerian Kominfo untuk mewujudkan ASN yang kompeten di bidang pusat data hijau," ucap Wakil Menteri Ketenagakerjaan, Afriansyah Noor dalam keterangan tertulis, dikutip Selasa (8/11/2023).
Saat ini Kemnaker secara resmi baru mengeluarkan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) bidang pusat data terkait pengelolaan pusat data saja melalui Keputusan Menteri Ketenagakerjaan RI nomor 45 tahun 2015 tentang Penetapan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia bidang Pengelolaan Pusat Data.
"Ke depannya dalam mendukung pengurangan emisi karbon, akan disiapkan SKKNI terkait pusat data hijau, baik untuk desain, maupun operasional," jelas Afriansyah Noor.
Selain regulasi, permasalahan soal data center juga bisa diselesaikan dengan sebuah teknologi mesin pendingin. Solusi ini diciptakan oleh kolaborasi antar perusahaan yang mencakup Gigabyte, Toshiba, Shell, dan Distributor IT Wahana Piranti Teknologi lewat Immersion Cooling.
Baca Juga: Shell Tawarkan Cairan Pendingin untuk Data Center, Lebih Efisien dan Ramah Lingkungan
Immersion Cooling ini merupakan mesin pendingin data center yang dirancang untuk menurunkan suhu komponen elektronik di dalam data center, dengan cara perendaman komponen tersebut ke dalam cairan non konduktif seperti minyak.
Immersion Cooling dapat secara signifikan meningkatkan efisiensi pendinginan, mengurangi penggunaan energi pendinginan data center, dan ramah lingkungan karena sesuai dengan standar "net-zero emissions" global.
Tangki pendinginan imersi dilengkapi dengan sensor internal untuk memonitor suhu cairan di sekitar server secara aktif, sehingga menjamin efisiensi pendinginan yang optimal. Tangki-tangki ini dapat mengurangi konsumsi energi pusat data lebih dari 30% dan mencapai efisiensi penggunaan energi (PUE) di bawah 1,1.
Lebih lanjut, emisi karbon yang dihasilkan dari data center akan terus meningkat. Hal ini tak terlepas dari kemajuan teknologi yang semakin canggih.
“Seiring kemajuan teknologi, kebutuhan daya akan CPU meningkat dari 50 watt, saat ini 400 watt. GPU dari 200 watt hingga saat ini 700 watt. Di masa mendatang, mungkin akan mencapai sekitar 1.000 watt untuk GPU. Jadi ini sebenarnya sesuatu yang menghabiskan banyak daya," jelas Andy Neo selaku Sales Director Gigabyte.