Suara.com - Di China, terjadi kesenjangan semakin besar dalam industri kecerdasan buatan (AI) yang dapat membentuk masa depan teknologinya.
Untuk setiap lima posisi AI yang dibuka, hanya dua orang yang siap mengisinya.
Krisis bakat ini mendapat perhatian serius ketika raksasa teknologi China berupaya membuat teknologi pintar versi mereka sendiri seperti ChatGPT.
Nama-nama besar di bidang teknologi seperti ByteDance, Alibaba, dan Tencent sedang bersaing ketat.
Baca Juga: Manfaat Teknologi AI dalam Atasi Kesenjangan Ekonomi Digital Indonesia
Mereka ingin menjadi yang pertama menghadirkan alat AI baru ke pasar.
ByteDance memimpin dalam hal ini, mempekerjakan sebagian besar profesional AI dalam tiga tahun terakhir.
Pekerjaan di bidang AI bagaikan emas di dunia teknologi China, dengan ByteDance, Meituan, dan lainnya sedang mencari tenaga terbaik.
Namun, ada masalah yakni tidak ada cukup orang yang terampil untuk melakukan hal tersebut.
Ini adalah tempat yang sulit bagi pencari kerja yang ingin mendapatkan pekerjaan di pasar kerja yang sulit.
Baca Juga: Kemenkominfo Susun Etika Pengembangan AI
Kehebohan seputar AI telah membuat pekerjaan-pekerjaan ini juga mendapat bayaran yang tinggi.
Pakar AI bisa menghasilkan dua kali lipat penghasilan rata-rata pekerja kerah putih di Beijing.
Bukan sembarang pekerjaan AI yang diminati—perusahaan menginginkan orang yang dapat membuat komputer memahami dan memproses bahasa manusia atau membantu mobil yang dapat mengemudi sendiri menjadi lebih pintar.
ChatGPT, chatbot dari OpenAI, telah menjadi terobosan baru, dan kini ada banyak orang yang bisa membuat sesuatu seperti itu.
Mereka bisa mendapatkan gaji besar, lebih banyak dibandingkan peran AI lainnya.
Perburuan bakat AI ini sebagian besar terjadi di kota-kota besar seperti Beijing dan Shanghai, dimana hampir 80 persen dari pekerjaan tersebut terdapat.