Suara.com - Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) mengungkapkan sederet alasan kenapa banyak insiden kebocoran data di Indonesia, baik itu dari pihak swasta maupun situs pemerintahan.
Deputi Bidang Keamanan Siber dan Sandi Pemerintahan dan Pembangunan Manusia BSSN, Sulistyo menjelaskan kalau selama tiga tahun terakhir, ancaman siber masih terus mengintai Indonesia di mana sekitar 42-62 persen dilakukan oleh malware.
Ia menjelaskan, kerentanan ini terjadi karena adanya celah di perangkat lunak (software) bajakan yang masih banyak digunakan di perkantoran swasta maupun pemerintahan.
"Setelah kami telusuri karena masih banyak software bajakan yang digunakan, bahkan di instansi pemerintah. Sehingga ketika ada patching atau updating untuk suatu operating system atau software yang digunakan itu enggak bisa karena bajakan," bongkar Sulistyo, dikutip dari siaran pers Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), Selasa (7/11/2023).
Baca Juga: Kemkominfo Ajak Media Berkolaborasi Sebarkan Narasi Pemilu Damai 2024
Ia melanjutkan, celah keamanan digital juga berasal dari software resmi yang telah habis lisensinya. Jika lisensinya habis, itu bisa berdampak pada potensi ancaman kebocoran data.
"Itu banyak terjadi, penyebab kebocoran data, terutama di pemerintahan itu adalah habisnya lisensi untuk bisa melakukan proses patching terhadap software yang dipakai. Tidak hanya di perimeter security, firewall dan juga software-software yang digunakan bekerja," beber dia.
Sulistyo menambahkan, kebocoran data juga kerap terjadi karena masyarakat masih belum sadar soal privasi data. BSSN menemukan bahwa masyarakat kerap menampilkan informasi pribadi maupun keluarganya di media sosial.
Padahal, lanjutnya, informasi itu bisa menjadi modal bagi oknum-oknum untuk melakukan profiling calon korban, lalu melakukan phising. Akibatnya, korban bisa mengalami kerugian materi maupun non-materi.
"Langkah melengkapi regulasi itu harus disegerakan, sehingga tantangan dan ancaman terhadap penyalahgunaan data warga Indonesia bisa diminimalisir. Setidaknya setelah ada aturannya, ada efek jera lah, jangan coba-coba pakai sembarangan data warga negara Indonesia," tandasnya.
Baca Juga: BSSN dan Kominfo Siapkan 39.000 Orang Buat Cegah Kebocoran Data di IKN