BSSN dan Kominfo Siapkan 39.000 Orang Buat Cegah Kebocoran Data di IKN

Dicky Prastya Suara.Com
Senin, 06 November 2023 | 09:39 WIB
BSSN dan Kominfo Siapkan 39.000 Orang Buat Cegah Kebocoran Data di IKN
Ilustrasi bandara di IKN Nusantara. [Ist]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) menyiapkan sejumlah strategi untuk menjaga keamanan siber yang kuat dan komprehensif di Ibu Kota Negara baru alias IKN Nusantara.

Deputi Bidang Keamanan Siber dan Sandi Pemerintahan dan Pembangunan Manusia BSSN, Sulistyo menyatakan hal itu sebagai jaminan keamanan atas penggunaan berbagai teknologi dalam mendukung aktivitas masyarakat.

"BSSN bertugas untuk membantu Presiden dalam menjalankan keamanan siber, termasuk mengenai pembaruan kebijakan," ungkapnya, dikutip dari siaran pers  Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), Senin (6/11/2023).

Ia mengacu pada Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 47 Tahun 2023 tentang Strategi Keamanan Siber Nasional dan Manajemen Krisis Siber yang diterbitkan Mei 2023 lalu. Aturan itu menjadi pedoman semua stakeholders dalam menjalankan keamanan siber nasional.

Baca Juga: Kemenkes Ikut Manfaatkan AI untuk Ekosistem Big Data di Layanan Kesehatan

Menurutnya, pelaksanaan strategi keamanan siber itu turut dilakukan dalam pembangunan konsep smart city di IKN Nusantara. IKN sebagai smart city akan menggunakan seperangkat teknologi untuk aktivitas pemerintahan maupun masyarakat luas, sehingga keamanan siber akan menjadi prioritas utama.

"Perlindungan infrastruktur informasi sangat penting di IKN. Semua layanan saling terhubung di smart city," imbuh dia.

Sulistyo menyebut kalau BSSN bekerja sama dengan Kementerian Kominfo untuk menjaga keamanan siber di IKN, termasuk menyiapkan sumber daya manusia (SDM). Mereka menargetkan kebutuhan SDM itu mencapai 39.000 orang untuk dua tahun ke depan.

Jumlah SDM itu tak lepas dari temuan BSSN terkait ancaman serangan siber. Dalam temuan BSSN selama tiga tahun terakhir, Sulistyo menyebut ancaman siber masih terus mengintai Indonesia, di mana sekitar 42—62 persen dilakukan oleh malware.

Dilanjutkan dia, ancaman itu rentan masuk melalui perangkat lunak (software) bajakan yang masih banyak digunakan di perkantoran swasta maupun pemerintahan.

Baca Juga: Telibat Kasus Korupsi BTS, Anggota BPK Achsanul Qosasi Ditahan Kejagung

"Sehingga ketika ada patching atau updating untuk suatu operating system atau software yang digunakan itu enggak bisa karena bajakan," beber Sulistyo.

Tak hanya itu, celah keamanan digital juga ada dari software resmi yang telah habis lisensinya. Apabila lisensinya habis, itu bisa berdampak pada potensi ancaman kebocoran data.

"Itu banyak terjadi, penyebab kebocoran data, terutama di pemerintahan itu adalah habisnya lisensi untuk bisa melakukan proses patching terhadap software yang dipakai. Tidak hanya di perimeter security, firewall dan juga software-software yang digunakan bekerja," urai Sulistyo.

Isu lain yang menjadi sorotan pemerintah adalah privasi data yang masih longgar di masyarakat. BSSN masih menemukan bahwa masyarakat kerap menampilkan informasi pribadi maupun keluarganya di media sosial.

Padahal Informasi itu bisa menjadi modal bagi oknum-oknum untuk melakukan profiling calon korban, lalu melakukan phising. Akibatnya, korban bisa mengalami kerugian materi maupun non-materi.

"Langkah melengkapi regulasi itu harus disegerakan, sehingga tantangan dan ancaman terhadap penyalahgunaan data warga Indonesia bisa diminimalisir. Setidaknya setelah ada aturannya, ada efek jera lah, jangan coba-coba pakai sembarangan data warga negara Indonesia," tandasnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI