Suara.com - Sebuah video yang memerlihatkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) berpidato dalam bahasa China atau bahasa mandarin viral di media sosial.
Sejumlah warganet bahkan tertipu hingga mengunggh uang video tersebut. Padahal, video tersebut sudah dimanipulasi sedemikian rupa sehingga menimbulkan kesalahan informasi.
Hal ini dikonfirmasi oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika yang menyebut bahwa video Jokowi pidato bahasa mandarin adalah disinformasi dan dibuat dengan menggunakan teknologi deepfake.
Menteri Kominfo, Budi Arie Setiadi mengatakan, video itu adalah bentuk manipulasi yang menggunakan kecerdasan buatan atau AI deepfake. Ia menegaskan bahwa video tersebut tidak benar.
Baca Juga: Sosok HK: Siswa SMA di Barito Selatan Dikeluarkan Usai Tantang Guru Berkelahi
Pengertian Deepfake
Teknologi deepfake adalah salah satu fitur yang dikembangkan dengan memanfaatkan kecerdasan buatan untuk menciptakan video atau audio baru yang seolah-olah berasal dari sumber asli, padahal sebenarnya tidak sesuai dengan kenyataan.
Istilah "deepfake" berasal dari teknik dasarnya, yaitu algoritma pembelajaran mendalam (deep learning) yang mampu belajar dari data besar untuk membuat konten palsu dari orang atau situasi yang sebenarnya tidak ada.
Kata "deepfake" sendiri menggabungkan "deep" dari teknologi deep-learning AI (jenis pembelajaran mesin dengan beberapa tingkat pemrosesan) dan "fake" yang merujuk pada konten yang tidak asli atau palsu.
Deepfake menggunakan dua algoritma pembelajaran mendalam AI berbeda: satu untuk menciptakan replika gambar atau video asli, dan satunya untuk mendeteksi apakah replika tersebut palsu. Algoritma pertama terus disesuaikan hingga tidak terdeteksi oleh algoritma kedua.
Baca Juga: Profil Enuh Nugraha, Pria Lulusan ITB yang Viral Ditemukan Hidup di Pinggir Jalan
Dalam video deepfake, suara seseorang dapat direplikasi dengan memberikan data audio asli dari orang tersebut ke model AI untuk dilatih menirukannya. Beberapa kali, video deepfake diproduksi dengan mengganti audio asli seseorang dengan audio baru yang ditiru oleh AI.
Di satu sisi, deepfake dapat digunakan untuk tujuan kreatif dan edukatif. Misalnya, dalam industri hiburan, teknologi ini memungkinkan pembuatan efek khusus yang realistis dalam film dan produksi audiovisual lainnya.
Selain itu, deepfake juga bisa digunakan untuk merekonstruksi wajah orang yang telah meninggal, memungkinkan kita melihat bagaimana tokoh-tokoh bersejarah atau selebriti dari masa lalu berbicara dan bergerak.
Namun, di sisi lain, deepfake juga membawa bahaya besar terutama dalam konteks disinformasi dan penipuan. Teknologi ini memungkinkan pembuatan video atau audio yang sangat meyakinkan, sehingga bisa digunakan untuk menyebarkan informasi palsu atau memalsukan pernyataan seseorang.
Hal ini dapat menimbulkan kebingungan di masyarakat dan bahkan dapat mempengaruhi opini publik dalam hal-hal politik atau sosial. Selain itu, deepfake juga bisa digunakan untuk memfitnah atau menyebarkan informasi palsu sehingga membahayakan secara individu maupun kelompok.