Suara.com - Tiga tahun silam, pemerintah membangun ribuan tower BTS agar daerah-daerah pelosok bisa menikmati ekosistem digital. Belakangan, proyek itu disoal. Warga mengeluh sinyal biarpet. Dana proyek diduga jadi bancakan. Miliaran Rupiah disinyalir masuk ke kantong petinggi Kemenkominfo setiap rabu.
STOPLES bening berisi ponsel perlahan-lahan melayang ke puncak pohon di tepi hutan Desa Mokel Morid.
Tali yang mengerek wadah plastik itu ditambatkan Wilibrodus ke salah satu tiang rumah kayunya, yang beratap seng. Sesekali lelaki 42 tahun itu melirik layar ponsel lain di genggaman.
“Selama ada tulisan BAKTI di layar HP, tidak ada internet,” keluh Wilibrodus.
Sinyal internet begitu penting buat Wilibrodus. Apalagi sehari-hari dia menjual pulsa dan paket data internet lewat warung kecil di depan kediamannya.
Sejak tower BTS 4G BAKTI berdiri dan beroperasi di tengah desanya, warga kampung di Kecamatan Kota Komba, Manggarai Timur, Nusa Tenggara Timur itu justru kesulitan mengakses internet.
"Kami seperti dibodohi dengan adanya tower ini,” ketus Wilibrodus, Kamis 23 Februari 2023.
Sebelumnya, warga setempat bisa lancar menggunakan internet memanfaatkan jaringan Telkomsel biasa dari sebuah tower di Desa Paan Leleng, sekitar 5 kilometer sebelah selatan Mokel Morid.
Ponsel yang dikerek ke atas pohon di dalam stoples adalah cara Wilibrodus untuk mengakali tower BTS 4G BAKTI, agar bisa menangkap kembali sinyal Telkomsel dari Paan Leleng.
Baca Juga: Adu Rekam Jejak Wishnutama Vs Andika Perkasa, Ramai Diisukan Jadi Calon Pengganti Johnny G Plate
Gawai itu digunakannya sebagai hotspot untuk menyediakan WiFi bagi ponsel yang dioperasikannya di tangan.