Suara.com - Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyebutkan potensi tsunami di Provinsi Maluku dapat diakibatkan oleh pergerakan subduksi lempeng hingga adanya longsoran.
Pelaksana Tugas Kepala Pusat Data dan Informasi Kebencanaan BNPB Abdul Muhari dalam Disaster Briefing diikuti daring di Jakarta, Selasa (10/1/2023) mengatakan Provinsi Maluku yang berupa kepulauan memiliki wilayah laut paling besar di Indonesia.
Abdul mengatakan Provinsi Maluku terdapat Palung Banda, lautan paling dalam di Indonesia dengan kedalaman hingga 6.000 meter.
“Ini setelah dari beberapa hasil riset dari para peneliti, juga berpotensi tsunami. Tidak hanya dari pergerakan subduksinya, tetapi juga dari longsoran,” kata dia.
Di sisi lain, Abdul mengatakan Provinsi Maluku secara historis pernah terjadi tsunami yang cukup luar biasa.
“Misalkan kalau kita lihat balik ke belakang tahun 1674 itu ada tsunami yang mungkin tercatat paling tinggi di Indonesia hingga saat ini, ukurannya mungkin antara 90 sampai 112 meter pada saat itu, dan itu cukup mengakibatkan banyak korban,” ujar dia.
Artinya, kata Abdul, secara historis Maluku dan Maluku Utara adalah daerah dengan frekuensi kejadian tsunami paling tinggi sejarahnya di Indonesia.
Namun, menurut dia, hal itu bukan menjadi aspek yang kemudian membuat ketakutan pada masyarakat, tetapi menjadi aspek untuk kesiapsiagaan. Saat merasakan gempa di pinggir pantai, jika guncangan itu menerus selama lebih dari 20 detik, diharapkan masyarakat dapat mengevakuasi diri.
BNPB melaporkan 92 rumah warga Kabupaten Kepulauan Tanimbar, Maluku, mengalami kerusakan pascagempa magnitudo 7,5 pada Selasa dini hari.
Baca Juga: Pulau Baru Muncul di Tanimbar Usai Gempa Maluku, Peneliti: Mirip Gempa Aceh 2004
Hingga kini belum ada laporan korban jiwa maupun jumlah warga yang mengungsi pascagempa. BPBD setempat masih melakukan pendataan di lokasi terdampak. Sementara itu, 1 warga di Dusun Romnus, Kecamatan Wuarlabobar, Kecamatan Tanimbar Selatan, mengalami luka-luka.