Suara.com - Lato-lato, permainan anak yang juga digandrungi oleh orang dewasa di Indonesia, rupanya berasal dari Barat. Permainan ini populer di Amerika Serikat dan Kanada pada 1960an dan juga di Inggris pada 1971.
Lato-lato atau kato-kato adalah nama yang digunakan di Sulawesi Selatan. Di Barat mainan ini disebut clackers, yang terdiri dari dua buah bola plastik padat, terhubung oleh sebuah tali atau benang.
Seperti di Indonesia, pada akhir1960 hingga awal 1970, permainan ini sangat digandrungi oleh anak-anak di AS dan Kanada. Di Inggris, BBC bahkan membuat tayangan khusus tentang clackers pada 1971.
Juga seperti di Indonesia, clackers ini kemudian mulai memakan korban. Sejumlah anak dilaporkan mengalami cedera akibat memainkan lato-lato.
Baca Juga: Deretan Manfaat dan Dampak Buruk Lato Lato Bagi Anak, Orangtua Wajib Tahu Loh!
Seperti dilansir dari berita The New York Times pada 12 Februari 1971, lembaga pengawas makanan dan obat-obatan AS (FDA) merilis peringatan akan bahaya clackers.
Dalam berita itu disebutkan bahwa ada setidaknya dua orang anak dan dua orang dewasa yang mengalami luka akibat lato-lato. Dalam insiden-insiden itu, bola lato-lato pecah dan serpihannya menyebabkan luka di dekat mata empat orang korban tersebut.
Tak lama berselang, clackers pun ditarik dari pasaran dan dilarang dipasarkan di AS dan Kanada.
Sebelum kembali booming di Indonesia saat ini, lato-lato juga jamak dimainkan anak-anak Nusantara dari era 1990an. Tetapi yang lebih mencuri perhatian dunia adalah saat ribuan lato-lato disita oleh pemerintah Mesir pada akhir 2017 lalu.
Alasannya unik. Jika di Indonesia mainan ini disebut lato-lato, maka ketika itu di Mesir sepasang bola itu dijuluki sebagai Testis Sisi, mengacu pada Presiden Mesir Abdul Fatah as Sisi.
Sisi memerintah Mesir setelah melakukan kudeta terhadap Presiden Muhammad Mursi yang terpilih secara demokratis pada 2013 silam. Ia kemudian terpilih sebagai presiden dalam pemilu 2014 yang oleh sejumlah pihak dinilai tidak demokratis.
Kembali ke lato-lato di Mesir, akibat julukan yang aneh itu pada November 2017 polisi menangkap 41 penjual lato-lato dan menyita lebih dari 1400 unit mainan tersebut.
Tidak berhenti di sana, kementerian pendidikan Mesir juga memerintahkan guru-guru untuk menyita lato-lato yang dibawa murid-murid ke sekolah.
Pemerintah Mesir ketika itu mengatakan lato-lato dilarang karena memicu perilaku negatif pada anak-anak dan mengganggu ketenangan publik.
Kini di Indonesia lato-lato sendiri mulai memantik kontroversi. Sejumlah daerah mulai melarang mainan tersebut di sekolah. Ini antara lain terjadi di Bogor, Cirebon dan Belitung.
Tetapi pakar Sosiologi Universitas Padjadjaran Dr Hery Wibowo, pada Senin (9/1/2023) mengatakan lato-lato justru bagus untuk mengurangi ketergantungan anak pada gadget dan mendorong mereka untuk berinteraksi dengan sesama.