Untuk metode yang kedua ini, tujuannya adalah mengganggu proses fisika di dalam awan bagi awan-awan konvektif yang tumbuh di atas wilayah tersebut dan sekitarnya. Sehingga hujan yang terjadi dapat dipersingkat durasinya dan dikurangi intensitasnya.
Terkait alur kerja, radar cuaca BMKG nanti akan menginformasikan keberadaan awan target dan arah atau kekuatan angin ke pilot. Nah pilot itu mengendarai pesawat yang membawa muatan garam (NaCl) untuk ditaburkan di awan hujan target.
Dengan proses itu, maka hujan sebisa mungkin diturunkan sebelum awan tiba di daerah target. Dengan demikian intensitas hujan bakal berkurang ketika sampai di wilayah yang tertuju.
![Ilustrasi cara kerja Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC). [Foto: BMKG]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2022/12/28/34744-teknologi-modifikasi-cuaca-tmc.jpg)
Selain pesawat, para peneliti telah mengembangkan metode penyampaian bahan semai ke dalam awan dari darat. Di antaranya dengan menggunakan wahana Ground Based Generator (GBG) dan wahana Pohon Flare untuk sistem statis.
Kedua metode ini mempunyai prinsip kerja yang sama dalam menghantarkan bahan semai ke dalam awan, yaitu dengan memanfaatkan keberadaan awan orografik dan awan yang tumbuh di sekitar pegunungan sebagai targetnya.
Tak heran, metode GBG dan Pohon Flare biasanya digunakan di wilayah yang mempunyai topografi pegunungan.
Sebelumnya, BMKG mengumumkan adanya potensi cuaca ekstrem di sebagian wilayah Indonesia selama dua hari ke depan, 28-30 Desember 2022.
Cuaca ekstrem tersebut berpeluang menimbulkan dampak bencana hidrometeorologi berupa banjir, genangan, dan tanah longsor.
Berdasarkan prakiraan berbasis dampak Impact-Based Forecast (IBF), daftar wilayah potensi cuaca ekstrem di tanggal tersebut yaitu sebagian Provinsi Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, NTB, NTT.
Baca Juga: Heboh Badai Dahsyat 28 Desember, Ini Prediksi Cuaca BMKG Lengkap Se-Indonesia