Prediksi Kejahatan Siber 2023, Media Sosial Berisiko Tinggi Ancam Privasi Pengguna

Dythia Novianty
Prediksi Kejahatan Siber 2023, Media Sosial Berisiko Tinggi Ancam Privasi Pengguna
Ilustrasi media sosial. (pexels.com/cottonbro)

Ketergantungan masyarakat kepada media sosial menjadi peluang besar bagi para aktor kejahatan siber melancarkan misinya.

Suara.com - Kaspersky membagikan prediksi seperti apa lanskap ancaman kejahatan siber 2023 dan area yang akan dieksploitasi.

Ketergantungan masyarakat kepada media sosial menjadi peluang besar bagi para aktor kejahatan siber melancarkan misinya.

Menariknya, Kaspersky melihat perubahan penggunaan media sosial yang mengalami revolusioner baru seperti di VR (virtual reality), namun belum di AR (augmented reality).

Kemunculan tren baru ini, seiring dengan meningkatnya risiko bagi penggunanya. Penjahat dunia maya dapat mulai mendistribusikan aplikasi trojan palsu dan menginfeksi ponsel korban untuk tujuan berbahaya lebih lanjut.

Baca Juga: Satu dari Tiga Remaja Alami Masalah Kesehatan Mental, Ini Cara Agar Mereka Dapat Informasi Kredibel di Media Sosial

Bahaya yang muncul terkait dengan pencurian data dan uang, serta halaman phishing yang ditujukan untuk membajak akun di media sosial baru.

Area privasi kemungkinan besar juga akan menjadi perhatian utama, karena banyak startup lalai mengonfigurasi aplikasi mereka sesuai dengan praktik terbaik perlindungan privasi.

Ilustrasi Metaverse. [Freepik]
Ilustrasi Metaverse. [Freepik]

Sikap ini dapat menyebabkan risiko tinggi kompromi data pribadi dan cyberbullying di media sosial baru, betapapun trendi dan nyamannya hal tersebut.

Tidak hanya itu, penggunaan metaverse untuk hiburan sambil menguji aplikasi industri dan bisnis dari teknologi baru tersebut telah dilakukan.

Meskipun sejauh ini, hanya ada beberapa platform metaverse, mereka sedikitnya telah mengungkap risiko yang akan dihadapi pengguna di masa mendatang.

Baca Juga: Ditanya Soal Pemeriksaan ke Budi Arie Terkait Judol, Kapolri Tanggapi Dengan Senyum

Karena pengalaman metaverse bersifat universal dan tidak mematuhi undang-undang perlindungan data regional, seperti GDPR, hal ini dapat menimbulkan konflik yang rumit antara persyaratan peraturan mengenai pemberitahuan pelanggaran data.

Pelanggaran dan kekerasan seksual virtual akan mencapai ruang metaverse.

"Kita telah melihat sejumlah kasus pelecehan dan pelanggaran avatar, terlepas dari upaya dalam membangun mekanisme perlindungan dalam metaverse. Karena tidak ada regulasi khusus atau aturan moderasi, tren menggemparkan ini kemungkinan besar akan mengikuti kita hingga 2023," ujar Anna Larkina, Andrey Sidenko, Roman Dedenok para pakar keamanan privasi di Kaspersky.