
Menurut Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Solstis Juni terjadi antara tanggal 20-21 Juni setiap tahun. Sementara Solstis Desember berlangsung pada 20-21 Desember.
Ada kemungkinan jadwal fenomena Solstis ini mengalami pergeseran. Namun periode pergeserannya membutuhkan waktu ratusan hingga ribuan tahun.
Data BRIN menjelaskan bahwa 9250 SM, Solstis Juni terjadi 19 Juni dan Solstis Desember terjadi 18 Desember. Lalu 1250 M, Solstis Juni terjadi 22 Juni dan Solstis Desember pada 22 Desember.
Dampak Fenomena Solstis di Indonesia
Lantas apa dampak fenomena Solstis di Indonesia? Bagi negara yang berada di sepanjang garis khatulistiwa atau ekuator, seperti Indonesia, tidak akan banyak berdampak.
Namun bagi negara-negara di belahan bumi Utara dan Selatan akan merasakan perbedaan durasi malam dan siang yang sangat signifikan.
Misalnya kota Hamburg (Jerman) yang berada di belahan Bumi utara ketika terjadi Solstis Juni akan mengalami siang hari selama 17 jam. Namun saat Solstis Desember siang hari di sana hanya 7,5 jam.
Pada saat yang sama, bisa terjadi hal yang berkebalikan bagi wilayah Bumi selatan, seperti kota Melbourne (Australia). Saat Solstis Juni, siang hari di Melbourne justru hanya 9,5 jam. Tapi ketika Solstis Desember di sana durasi siang hari mencapai 15,25 jam.
Sehingga perubahan empat musim di negara-negara ini bisa berbeda dari sebelumnya.
Baca Juga: Suplemen Vitamin D Saja Tak Cukup, Cegah Osteoporisis Butuh Sinar Matahari
Indonesia, perbedaan siang hari pada Solstis Juni dan Solstis Desember tidak terlalu signifikan. Berikut ini daftarnya mengutip dari situs BRIN: