Suara.com - Meta mengancam akan menghapus berita dari platform Facebook jika DPR Amerika Serikat meloloskan rancangan undang-undang yang mewajibkan perusahaan internet membayar konten-konten dari perusahaan media.
Aturan seperti ini sudah berlaku di Australia dan dinilai sukses menyeimbang hubungan bisnis antara raksasa internet dengan perusahaan pers. Di Indonesia aturan serupa sedang digodok oleh pemerintah.
Seperti diwartakan Reuters pekan ini, sejumlah anggota konggres AS disebut sedang mempertimbangkan untuk memasukkan aturan bertajuk Journalism Competition and Preserveation Act ke rancangan undang-undangan pertahanan yang akan disahkan tahun ini juga.
Juru bicara Meta, Andy Stone memprotes rencana tersebut. Dia bilang, Facebook akan menghapus semua berita dari platformnya jika aturan tersebut disahkan sebagai undang-undang.
Baca Juga: YouTube Klaim Bantu PDB Indonesia Rp 7,5 Triliun di 2021
Stone menilai rancangan undang-undang itu keliru melihat hubungan antara perusahaan media dan perusahaan internet. Menurut dia, media membutuhkan platform seperti Facebook untuk menyebarkan berita, sementara Facebook tak membutuhkan media.
Di Amerika, perusahaan-perusahaan media yang tergabung dalam News Media Alliance mendesak DPR untuk memasukkan rancangan aturan yang mewajibkan Facebook dan Google membayar konten media ke dalam undang-undang pertahanan yang disahkan tahun ini.
Mereka mengatakan perusahaan media sudah dimanfaatkan secara tidak adil oleh perusahaan raksasa internet selama bertahun-tahun dan sudah saatnya untuk membuat aturan main yang lebih adil.
"Jika konggres tidak bertindak, maka sosial media yang akan menggantikan perusahaan pers di Amerika," kata perwakilan News Media Alliance.
Aturan serupa lebih dulu berlaku di Australia pada Maret 2021 lalu. Facebook sempat mengancam akan menghapus berita di Australia dari platformnya, tetapi belakangan mengalah dan bersedia membayar konten-konten perusahaan pers di Benua Kangguru.
Baca Juga: Sandi: Sayang, Game Lokal Hanya Raup 5 Persen dari Total 31,2 Triliun Industri
Sebuah laporan Departemen Keuangan Australia pada Desember menyebutkan bahwa berdasarkan evaluasi awal, regulasi tersebut sudah berhasil mendorong tumbuhnya industri pers di Australia.
Pemerintah Australia berencana memperluas penerapan aturan itu ke perusahaan internet lain, di luar Facebook dan Google.
Di Indonesia rancangan aturan Hak Penerbit atau Publisher Rights telah digodok oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika dengan Dewan Pers. Rancangan aturan itu rencananya akan disahkan pada Maret tahun depan.
Meski demikian, aturan Publisher Rigths itu kabarnya hanya akan menjadi peraturan presiden atau peraturan menteri yang memiliki kekuatan hukum kurang mengikat dan kuat jika berhadapan dengan raksasa internet seperti Facebook dan Google.