Suara.com - Sebuah laporan baru-baru ini mengungkap bila serangan ransomware sepanjang 2022 meningkat sebesar 80 persen dari tahun ke tahun.
Laporan tersebut juga memperlihatkan bila penjahat dunia maya selalu berhasil menghindar dari penegakan hukum.
"Jelas bahwa serangan ransomware sedang meningkat," kata Matthew Prince, CEO Cloudflare, dikutip dari TechCrunch, Sabtu (19/11/2022).
Dalam hasil survei yang dilakukan pada September lalu, sambung Matthew, satu dari setiap empat responden melaporkan menerima serangan atau ancaman ransomware.
Baca Juga: Cara Mudah Nonton Piala Dunia 2022 Lewat TV Digital atau Streaming
"September jadi bulan tertinggi sepanjang 2022," ungkapnya.
Survei juga menunjukkan bila 2022 bukan hanya menjadi tahun terburuk untuk serangan ransomware secara statistik, akan tetapi terberat pula.
Pada tahun lalu, peretas berfokus pada infrastruktur penting dan layanan keuangan. Sedangkan 2022 fokus peretas lebih pada organisasi dimana mereka dapat menimbulkan kerusakan paling besar.
Tercatat sepanjang tahun ini ada sejumlah serangan besar yang berhasil dilakukan para penjahat dunia maya.
Sebuah serangan di Los Angeles Unified School District membuat peretas Vice Society membocorkan data sensitif sebesar 500 gigabyte, termasuk laporan hukuman sebelumnya dan penilaian psikologis siswa.
Serangan paling dahsyat di 2022 terjadi saat peretas mencuri data raksasa asuransi kesehatan Australia Medibank dan mengakses sekitar 9,7 juta data pribadi pelanggan dan data klaim kesehatan terhadap hampir setengah juta pelanggan.
Data yang dicuri selama penyerangan termasuk file sensitif terkait aborsi dan penyakit terkait alkohol.
Serangan ini tidak hanya menunjukkan bahwa ransomware semakin memburuk. Mereka juga menunjukkan bahwa ransomware adalah masalah global.
"Ini adalah masalah global, jadi pemerintah harus bersatu," kata Camellia Chan, CEO dan pendiri perusahaan keamanan siber X-PH.