Apa itu Quick Commerce yang Semakin Digandrungi Orang Indonesia?

Selasa, 15 November 2022 | 01:05 WIB
Apa itu Quick Commerce yang Semakin Digandrungi Orang Indonesia?
Studi Populix menemukan bahwa orang Indonesia makin gencar belanja lewat layanan quick commerce. Foto: Ilustrasi belanja online, pengiriman barang. (Foto: Dok. wehelpyou)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Orang Indonesia makin gencar belanja lewat layanan quick commerce, yang diklaim sebagai model bisnis generasi ketiga setelah toko konvensional dan e-commerce, demikian hasil survei Populix yang diumumkan Senin (14/11/2022).

Quick commerce adalah layanan belanja online yang menjanjikan pengiriman barang dalam jumlah kecil dengan durasi pengiriman yang sangat singkat dalam hitungan jam.

Beberapa layanan quick commerce bahkan menawarkan durasi pengiriman yang lebih singkat, dengan target tiba di pintu pelanggan dalam 15-30 menit.

Model bisnis ini muncul seiring dengan perubahan perilaku belanja dan meningkatnya permintaan akan produk keseharian selama masa pandemi.

Baca Juga: 11 November Memperingati Hari Apa? Ini Kaitan Single Day dan Hari Belanja Online

Berikut 10 aplikasi quick commerce paling banyak dipilih orang Indonesia:

1. Gomart 60 persen
2. Tokopedia Now! 47 persen
3. GrabMart Kitchen 47 persen
4. Blibli Mart 21 persen
5. Segari 16 persen
6. Allo Fresh 13 persen
7. TaniHub 12 persen
8. Sayur Kilat 8 persen
9. Astro 6 persen
10. Bananas 5 persen

Untuk mendukung komitmen durasi pengiriman, quick commerce sangat bergantung pada hub logistik yang dikenal dengan sebutan dark stores di daerah-daerah dengan pemukiman padat. Ini berbeda dengan e-commerce yang biasanya mengandalkan gudang besar di pinggiran kota.

Dalam survei terbaru Populix, yang melibatkan 1.046 responden laki-laki dan perempuan berusia 18-55 tahun di Indonesia, ditemukan bahwa 87 persen responden aktif berbelanja menggunakan aplikasi quick commerce.

"Survei menunjukkan bahwa 87 persen responden aktif berbelanja menggunakan aplikasi quick commerce, terutama di kalangan responden berusia 26-45 tahun di daerah Jawa," ucap Co-Founder dan CEO Populix, Timothy Astandu.

Baca Juga: Set Top Box Jadi Barang Paling Diburu Pembeli di Tokopedia

Adapun alasan responden berbelanja di aplikasi quick commerce tersebut yakni pengiriman cepat (66 persen), produk segar (53 persen), dan pilihan produk yang variatif (50 persen).

Namun sebaliknya, responden juga kerap menemukan beberapa kelemahan dari aplikasi quick commerce seperti waktu flash sale terlalu singkat (63 persen), harga diskon yang sama dengan harga normal produk (44 persen), dan sistem aplikasi sering bermasalah (32 persen).

Sebagai layanan yang mengandalkan kecepatan durasi pengantaran, mayoritas responden menilai bahwa durasi pengantaran ideal adalah 30 menit hingga satu jam.

Secara rata-rata, 80 persen responden menggunakan layanan quick commerce beberapa kali setiap bulannya untuk berbelanja kebutuhan pokok, makanan ringan (snack), serta bahan memasak dan bumbu dapur.

Adapun layanan pengiriman yang paling banyak dipilih konsumen Indonesia saat belanja di quick commerce yakni GoSend (73 persen), Grab Express (58 persen), dan kurir yang disediakan oleh aplikasi (35 persen).

Sementara itu, mayoritas responden mengandalkan e-wallet (79 persen) dan cash-on-delivery atau COD (56 persen) sebagai metode pembayaran yang digunakan dalam berbelanja.

Hasil riset Populix lainnya mengungkap sebanyak 86 persen responden mengatakan telah berbelanja di aplikasi quick commerce dalam sebulan terakhir. Bahkan 54 persen di antaranya berbelanja dalam beberapa hari terakhir.

Hampir seluruh responden (97 persen) mengatakan akan terus berbelanja di aplikasi quick commerce karena kemudahan pemesanan barang yang dapat dilakukan dari mana saja dan kapan saja (71 persen), waktu pengiriman yang singkat (62 persen), kualitas produk yang baik (48 persen), kemampuan untuk melacak progres pengiriman (46 persen), ketersediaan berbagai variasi produk (45 persen), hingga harga yang lebih murah (45 persen).

Sebaliknya, di antara 3 persen responden yang enggan berbelanja di aplikasi quick commerce mengatakan biaya pengiriman yang mahal (40 persen), tidak bisa mencoba atau melihat produk secara langsung sebelum membeli (39 persen), dan durasi pengiriman yang lama (29 persen), dan ketidaksesuaian produk dengan spesifikasi yang dicantumkan dalam aplikasi (27 persen).

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI