Suara.com - Google tersandung masalah, berujung pada denda 113 juta Dolar AS (Rp 1,8 triliun) di India karena praktik anti-persaingan.
Komisi Persaingan India (CCI) menyatakan, perusahaan berbasis di AS menggunakan posisi dominannya untuk memaksa pengembang aplikasi, menggunakan sistem pembayaran dalam aplikasinya alih-alih mengizinkan perusahaan pihak ketiga.
Peraturan mencatat bahwa platform ini adalah cara utama bagi pengembang untuk memonetisasi pekerjaan mereka dari penjualan dalam aplikasi.
Seorang juru bicara Google mengatakan bahwa perusahaan sedang meninjau keputusan dan mengevaluasi langkah selanjutnya.
Baca Juga: Google Workspace Individual Diluncurkan di Indonesia
Perintah tersebut dapat diajukan banding di pengadilan India, sebagaimana melansir laman GSM Arena, Kamis (27/10/2022).
Perusahaan juga diberi mandat untuk mengadopsi 8 perbaikan atau penyesuaian operasi dalam waktu tiga bulan.
"Ini termasuk tidak membatasi pengembang aplikasi untuk menggunakan layanan pemrosesan pembayaran/penagihan pihak ketiga, baik untuk pembelian dalam aplikasi maupun untuk membeli aplikasi”, baca perintah CCI.
Penyelidikan terhadap cara Google beroperasi di pasar pembayaran dimulai pada 2020, menyusul kasus antimonopoli.
Menurut firma hukum, yang mewakili pengadu, perintah tersebut akan membantu persaingan dan akan mengurangi biaya bagi pengembang aplikasi.
Baca Juga: 11 Aplikasi Chat Alternatif saat WhatsApp Down, Kirim Pesan dan Vidcall Tak Terganggu
Ini adalah denda kedua yang diterima Google di India dalam kurun waktu satu minggu.
Kamis lalu juga diperintahkan untuk membayar 162 juta Dolar AS (Rp 2,5 triliun) untuk praktik anti-persaingan.
Termasuk menggabungkan Chrome dan YouTube dengan Android, serta membatasi pengguna untuk mencopot pemasangan aplikasi yang sudah diinstal sebelumnya seperti Maps dan Gmail.