Suara.com - Pendiri Microsoft Bill Gates baru-baru ini memberikan 50 juta Dolar AS (Rp 779 miliar) kepada sebuah startup.
Investasi tersebut untuk membangun teknologi mengubah alkohol menjadi Sustainable Aviation Fuel (SAF).
Startup, LanzaJet, mengonfirmasi telah menerima dana dari dana Breakthrough Energy Gates.
Dana tersebut akan digunakan untuk membangun pabrik besar pertamanya di Soperton, Georgia.
Baca Juga: Melinda Ungkap Alasan Cerai dari Bill Gates
Saat ini, maskapai sedang menjajaki penggunaan bahan bakar penerbangan berkelanjutan untuk membuat industri lebih hijau.
Namun, bahan bakar tersebut tidak begitu populer karena volume produksi yang relatif rendah.
Pabrik Soperton juga akan menggunakan nama “Freedom Pine Fuel Plant”. Secara resmi akan mulai berproduksi pada 2023.
Saat beroperasi penuh, LanzaJet mengklaim pabrik tersebut akan memproduksi 9 juta galon avtur berkelanjutan.
Selain itu, pabrik juga akan memproduksi 1 juta galon diesel terbarukan setiap tahun. LanzaJet mengklaim Bill Gates Fund akan banyak membantu perusahaan.
Baca Juga: Samsung dan Bill Gates Kenalkan Toilet Canggih, Ini Keunggulannya
Ini akan memastikan bahwa pabrik akan menghasilkan bahan bakar jet berkelanjutan dua kali lebih banyak daripada yang dilakukan AS.
LanzaJet menggunakan alkohol dari produk seperti tebu dan limbah jagung untuk menghasilkan bahan bakar.
Perusahaan mengatakan pelepasan karbonnya akan berkurang setidaknya 70 persen dibandingkan dengan bahan bakar jet biasa.
Bill Gates mendirikan Breakthrough Energy Fund pada 2015 untuk mempromosikan inovasi dan investasi dalam teknologi energi bersih.
Investasi 50 juta Dolar AS dilaporkan berasal dari Microsoft. Sebagian kecil juga akan datang dari BlackRock Foundation, Builders Vision, dan Gates Foundation.
Sebelum itu, LanzaJet telah mengumpulkan dana ratusan juta dolar.
Pesawat komersial hanya mengeluarkan sekitar 2 persen dari semua emisi karbon dioksida manusia. Bahan bakar penerbangan yang berkelanjutan menjadi semakin penting.
Maskapai berencana bagaimana mengurangi dampak iklim mereka. Ini untuk memenuhi tujuan Asosiasi Transportasi Udara Internasional (IATA).
Tujuannya adalah untuk mencapai emisi nol bersih pada 2050, sebagaimana melansir laman Gizchina, Minggu (23/10/2022).