Gangguan kecemasan ini bisa timbul akibat gabungan berbagai faktor, mulai dari genetik, sistem syaraf, keluarga, dan lingkungan sekitar. Di saat seseorang gagal meregulasi stres yang ia alami, hal ini dapat muncul sebagai gangguan kecemasan.
Gangguan kecemasan tergolong sebagai gangguan mental yang umum diderita. Tapi, bukan berarti gangguan ini bersifat ringan.

Menurut penelitian peneliti psikologi Terri Barrera dan Peter Norton dari University of Houston di AS, orang-orang yang menderita fobia sosial atau gangguan kecemasan menyeluruh cenderung memiliki kualitas hidup – dari kepercayaan diri, kepuasan finansial, hingga kehidupan asmara – yang lebih buruk dibandingkan orang-orang tanpa kondisi ini.
I-NAMHS juga memperlihatkan bahwa remaja yang menderita gangguan cemas akan cenderung mengalami gangguan fungsi, setidaknya pada satu ranah kehidupan mereka.
Ada empat domain yang kami evaluasi dalam I-NAMHS: yaitu keluarga (masalah dengan orang tua, kesulitan beraktivitas bersama anggota keluarga); teman sebaya (masalah hubungan dengan teman sebaya); sekolah atau pekerjaan (kesulitan menyelesaikan tugas sekolah, performa akademik yang buruk); atau distres personal (rasa bersalah atau rasa sedih yang berkepanjangan).
Di antara remaja Indonesia yang mengalami gangguan mental, sebanyak 83,9% mengalami gangguan fungsi pada ranah keluarga, disusul oleh ranah teman sebaya (62,1%), sekolah atau pekerjaan (58,1%), dan distres personal (46,0%).
Masalah kejiwaan lain juga tetap menghantui
Selain itu, I-NAMHS juga menunjukkan bahwa sebenarnya ada lebih banyak lagi remaja di Indonesia yang mengalami beberapa gejala gangguan mental, namun tidak cukup untuk dikatakan menderita gangguan mental sesuai kriteria DSM-5.
Merujuk pada Undang-Undang (UU) Nomor 18 tahun 2014 tentang Kesehatan Jiwa, mereka dikelompokkan sebagai Orang dengan Masalah Kejiwaan (ODMK). Artinya, mereka sangat rentan untuk mengalami gangguan mental.
Baca Juga: Menteri Sosial Kabulkan Keinginan ODGJ Usia Anak Kembali Bersekolah
Hampir 35% (setara 15,5 juta) remaja berusia 10-17 tahun di Indonesia terdiagnosis memiliki setidaknya satu masalah kesehatan jiwa dalam survei I-NAMHS sehingga masuk ke dalam kategori ODMK.