Suara.com - Sebuah laporan dari Meta and Bain & Company menjabarkan perkembangan konsumen digital di kawasan Asia Tenggara, termasuk Indonesia.
Laporan itu mengatakan, prospek e-commerce masih menjanjikan seiring bertumbuhnya populasi konsumen digital di wilayah tersebut.
Menurut laporan tahunan SYNC Asia Tenggara Meta dan Bain & Company, lebih dari 80 persen konsumen Indonesia menjalani proses pra dan pasca pembelian mereka di saluran online.
Kanal offline pun masih dianggap sangat penting pada saat tahap pembelian.
Baca Juga: Demi Efisiensi Perusahaan, Shopee Lakukan PHK pada Sejumlah Karyawan
Asia Tenggara diperkirakan akan mempertahankan proyeksi pertumbuhan Pendapatan Domestik Bruto (PDB) sebesar 5,1 persen dibandingkan dengan pasar lain seperti AS (1,3 persen), Uni Eropa (2,1 persen), dan China (4,7 persen) pada akhir tahun 2023.
Pun tingkat inflasi tahunan yang diproyeksikan di Asia Tenggara dari 2022 hingga 2023 juga diperkirakan bakal berjalan lebih baik daripada sebagian besar rekan-rekannya dan diproyeksikan menurun dari 4,2 persen menjadi 3,3 persen pada akhir 2023.
“Evolusi baru konsumen digital ini tidak diragukan lagi akan menjadi kekuatan pendorong pertumbuhan nilai barang dagangan bruto (GMV) eCommerce Asia Tenggara," kata Edy Widjaja selaku Partner di Bain & Company, dalam keterangannya, Kamis (22/9/2022).
Sementara di Indonesia, prospek belanja digital secara keseluruhan tetap positif, dengan eCommerce Gross Merchandise Value meningkatkan pangsanya menjadi 56 miliar Dolar AS (Rp 841 triliun).
Hal ini sebagian besar didorong oleh pertumbuhan stabil populasi konsumen digital Indonesia yang merupakan yang tertinggi di antara Malaysia, Filipina, Singapura, Thailand, dan Vietnam dengan 168 juta konsumen. Angka itu mencakup sekitar 46 persen dari populasi berusia 15 tahun ke atas.
Baca Juga: Huawei Luncurkan MateBook E Go Standard Edition, Notebook yang Punya Bodi Tipis dan Desainnya Ringan
Country Director Meta di Indonesia Pieter Lydian menyatakan temuan penting lainnya dalam studi ini.
Ia mengatakan, konsumen digital Indonesia memanfaatkan banyak saluran yang terintegrasi seperti video dan pesan bisnis (business messaging) dalam proses pembelian mereka.
Menurut dia, orang Indonesia menghabiskan 44 persen lebih banyak waktu untuk mengkonsumsi video dan 55 persen lebih banyak waktu untuk mengirim pesan.
"Bisnis dan brands dapat memanfaatkan peluang ini untuk memberikan pengalaman berbelanja yang mulus dan terintegrasi yang memungkinkan mereka melangkah antara channel online dan offline dengan lancar di era endemik dunia ini," kata Pieter.
"Vital bagi bisnis untuk terhubung dan bertemu pelanggan di mana mereka berada, sehingga mendorong pengalaman pelanggan ritel yang lebih memikat," tambahnya.
Kemudian lebih dari 30 persen responden Indonesia mengatakan video adalah salah satu dari tiga saluran teratas mereka untuk menemukan dan mengevaluasi produk.
"Ini adalah pembuktian dari adanya keinginan kuat mereka untuk bereksperimen dan ikut terlibat yang mendorong munculnya pesan bisnis (business messaging) dan konsumsi video di ruang belanja digital," jelas Pieter.