Suara.com - Undang-Undang Pelindungan Data Pribadi (PDP) resmi disahkan DPR RI pada Selasa lalu.
Naskah final RUU PDP terdiri atas 371 daftar inventarisasi masalah (DIM), 16 bab, serta 76 pasal.
Pakar keamanan siber Pratama Persadha melihat ini sebagai titik, di mana Indonesia lebih serius dalam menghadapi persaingan dan pergeseran global yang semakin terdigitalisasi.
“UU PDP ini titik start kita bersama menghadapi tantangan globalisasi yang semakin digital," kata Pratama dalam keterangan resminya, dikutip Rabu (21/9/2022).
Pasca-ini, dia menambahkan, segera bentuk Lembaga Pelindungan Data Pribadi yang kuat, independen, dan powerful.
"Jangan sampai Komisi PDP nanti tidak sekuat yang kita cita-citakan,” tegasnya.

Chairman lembaga riset keamanan siber CISSReC (Communication & Information System Security Research Center) ini menambahkan, perlu dibuat aturan turunan mengenai sanksi yang tegas untuk PSE lingkup Publik maupun Pemerintah.
Sebab ini akan mempertegas posisi UU PDP terhadap PSE yang mengalami kebocoran data.
Aturan terkait standar teknologi, SDM, dan manajemen data seperti apa yang harus dipenuhi oleh para PSE.
“UU PDP memang tidak secara eksplisit mengamanatkan pembentukan Komisi PDP. Dalam pasal 64 disebutkan sengketa perlindungan data peribadi harus diselesaikan lewat lembaga yang diatur oleh UU," sambung Pratama.
Baca Juga: UU PDP Dinilai Mengandung Pasal Karet, Berpotensi Jadi Alat Kriminalisasi
Dia menerangkan, karena di sinilah nanti Komisi PDP harus dibentuk dengan jalan tengah, lewat Peraturan Presiden, hal yang disepakati sebagai jalan tengah antara DPR dan Kominfo.