Suara.com - Apa yang terjadi jika dunia tanpa keamanan siber? Hal ini menjadi perhatian Vitaly Kamluk, Direktur Global Research & Analysis Team (GReAT) untuk Asia Pasifik (APAC) di Kaspersky.
Dia mengungkapkan kemungkinan distopia digital setelah entitas pertahanan online dihapus dari realitas.
“Diproyeksikan bahwa pengeluaran keamanan siber secara global akan tumbuh menjadi 460 miliar Dolar AS di tahun-tahun mendatang," ujarnya dilansir keterangan resminya, Rabu (7/9/2022).
Lanskap ancaman saat ini dapat meningkatkan proyeksi tersebut jika ingin mempertimbangkan situasi nyata di seluruh dunia.
Baca Juga: Aturan Uni Eropa Paksa Pembaruan Sistem Operasi Ponsel Dirilis Minimal 3 Tahun
"Jadi, wajar untuk bertanya mengapa kita harus berinvestasi begitu banyak ke dalam keamanan siber dan apakah situasi akan lebih baik jika mengalokasikan dana yang dimiliki untuk hal lain,” kata Kamluk.
Menghapus entitas pertahanan dunia maya membuka pintu lebar bagi para pelaku kejahatan siber untuk mengeksploitasi data pengguna.
Mulai dari informasi keuangan, kemungkinan masalah kesehatan, rencana perjalanan, pengeluaran, dan masih banyak lagi.
Juga akan ada kemungkinan pembelian palsu, dengan setiap orang dapat mengklaim identitas seseorang untuk membeli dan bahkan mentransfer uang.
Tanpa kontrol akses, pemungutan suara dan survei elektronik dapat dicurangi untuk kepentingan pihak tertentu.
Baca Juga: Google Pixel 7 dan 7 Pro Bawa Chip Tensor G2
Tidak ada yang akan memiliki akun pribadi online karena tidak akan ada yang bersifat personal.
Tidak adanya validasi integritas juga membuat berita dan informasi tidak dapat dipercaya, dengan berita palsu dan disinformasi diperkirakan akan tumbuh merajalela.
Pada dasarnya, apa pun bisa dipalsukan di dunia tanpa keamanan siber.
“Saya melihat dunia tanpa keamanan siber sebagai distopia digital di mana tidak ada yang dapat sepenuhnya memanfaatkan peluang yang dibawa oleh teknologi terbaru yang ada di tangan kita.
"Saat ini, keamanan siber seringkali menjadi bagian tak terlihat dari kehidupan yang kerap kita anggap remeh, tetapi kita berhutang banyak untuk kemudahan tersebut yang telah
membawa kita pada pencapaian peradaban saat ini,” tambah Kamluk.
Ketika berbicara mengenai risiko, Kamluk juga mengungkapkan bahwa Kaspersky dari Juli 2021 hingga Agustus 2022 saja, perusahaan keamanan siber global telah mendeteksi dan memblokir lebih dari 7,2 miliar serangan oleh objek berbahaya termasuk malware dan konten web berbahaya di seluruh dunia.
Dari Agustus 2021 hingga Juli 2022, Asia Pasifik tampaknya menjadi kawasan yang rentan.
Satu dari setiap tiga (35 persen) deteksi objek berbahaya yang terdeteksi oleh solusi Kaspersky secara global menargetkan pengguna dari wilayah tersebut.
India, Jepang, Vietnam, Cina, dan Indonesia adalah lima negara teratas dalam hal upaya infeksi.