Kebocoran Data Kartu SIM dan NIK, Picu SMS Spam dan Telepon Penipuan Marak Terjadi

Selasa, 06 September 2022 | 11:09 WIB
Kebocoran Data Kartu SIM dan NIK, Picu SMS Spam dan Telepon Penipuan Marak Terjadi
Ilustrasi Spam. [Lindsey LaMont/Unsplash]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Kebocoran data 1,3 miliar nomor HP orang Indonesia, dinilai berhasil mengungkap kenapa SMS spam, telepon penipuan, teror debt collector, pinjol, dan telemarketer marak meskipun nomor ponsel telah diganti.

Hal ini diungkap oleh peneliti keamanan siber dari Vaksincom, Alfons Tanujaya. Kesimpulan itu dia peroleh dari sampel data hacker yang berisi kalau satu nomor induk kependudukan bisa dipakai untuk meregistrasi nomor SIM baru.

Dalam risetnya, ia menemukan kalau satu NIK itu bisa dipakai di nomor dari operator seluler seperti Smartfren, Indosat, dan Telkomsel.

Tercatat kalau satu NIK bisa dipakai untuk registrasi 91 nomor SIM Smartfren, satu NIK untuk registrasi 1.287 nomor baru Indosat, dan satu NIK buat mendaftar 1.368 kartu SIM Telkomsel.

Baca Juga: Fakta Mencengangkan di Balik Temuan Ahli soal Kebocoran Data 1,3 Miliar Nomor SIM

"Secara tidak langsung praktik setengah tutup mata yang dilakukan oleh semua operator seluler ini mendukung aktivitas kriminal," kata Alfons dalam keterangan tertulisnya, Selasa (6/9/2022).

"Dan yang memprihatinkan adalah hal ini didiamkan oleh pihak pengawas yang ketika data registrasi kartu SIM bocor malah berlomba lepas tangan dan menyalahkan masyarakat karena tidak melindungi nomor induk kependudukan (NIK)-nya dengan baik," sambung dia.

Ilustrasi kartu SIM ponsel. [Shutterstock]
Ilustrasi kartu SIM ponsel. [Shutterstock]

Ia menegaskan, adanya kebocoran data ini ternyata membuka praktik tidak terpuji operator dan inkompetensi pengawas. Sehingga masyarakat menjadi korban penyalahgunaan kartu prabayar.

"Secara tidak langsung, peretas yang berhasil meng-copy data sebanyak 87 GB ini, meskipun tindakannya melanggar hukum, namun membuka praktek kurang terpuji yang dilakukan oleh operator seluler," tuding Alfons.

Alfons berharap kalau insiden kebocoran data 1,3 miliar nomor HP ini bisa menjadi evaluasi lembaga pemerintah untuk lebih serius menangani data masyarakat.

Baca Juga: Pakar Keamanan Siber Buktikan Kebocoran Data 1,3 Miliar Nomor SIM Adalah Valid

"Jangan hanya mau enak-enak mendapatkan manfaat dari mengelola data, tetapi tidak mau menjalankan kewajiban melindungi data," ucapnya.

"Jika data tidak dijaga dan bocor, maka yang terjadi adalah musibah bagi pemilik data," lanjutnya lagi.

Lebih lanjut ia menilai kalau pihak yang menderita kerugian paling besar dari kebocoran data adalah pemilik data, bukan pengelola data.

Sebab pengelola data hanya mendapatkan malu karena tidak kompeten mengelola data.

Sementara pemilik data yang justru bisa menjadi korban eksploitasi dari kebocoran data.

Ilustrasi hacker. (Shutterstock)
Ilustrasi hacker. (Shutterstock)

"Tidak seperti ban atau genteng yang kalau sudah ditambal bocornya selesai. Data yang bocor tidak dapat dibatalkan, dan sekali data bocor ada di internet, maka selamanya data itu ada di internet," tegasnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI