Suara.com - Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) mengambil sikap tegas, tidak akan membeli 1,3 miliar data nomor SIM yang dijual hacker di forum gelap.
Direktorat Jenderal Aplikasi Informatika (Ditjen Aptika) Kominfo, Semuel Abrijani Pangerapan mengatakan, pihaknya tak akan membeli data pribadi yang dijual hacker bernama Bjorka di situs Breached.
Alasannya, hal itu seolah menjadikan pemerintah sebagai penadah barang curian.
"Kamu mendapatkan data pribadi, termasuk yang free ini saja, itu sudah melanggar. Yang free saja kami mendapatkan. Itu kan data pribadinya orang," kata Semuel dalam konferensi pers di Kantor Kominfo, Jakarta, Senin (5/9/2022).
Baca Juga: Pesan Kominfo ke Hacker: Kalau Bisa, Jangan Menyerang
"Memang orangnya sudah kasih consent ke kamu? Apa bedanya dengan barang curian? Kami menadahi barang curian? Kalau beli sih enggak mungkin lah dari pemerintah," tutur lelaki yang akrab disapa Semmy ini.
Selain itu, Semmy mengatakan, Kominfo tidak akan memblokir situs breached.to yang menyebarkan 1,3 miliar data nomor SIM orang Indonesia.
Pasalnya, pemblokiran situs itu bisa menutup akses mereka untuk investigasi dari mana data berasal.
"Terkait apakah ditutup atau tidak, jangan sampai ketika kami investigasi, itu barangnya enggak bisa diakses. Barangnya enggak bisa dikumpulkan, data-datanya," ucap Semuel.
Semuel mengaku, saat ini Kominfo masih menelusuri darimana hacker bernama Bjorka itu mendapatkan 1,3 miliar data nomor SIM.
Baca Juga: Startup Bisa Gunakan Kearifan Lokal untuk Tarik Investor
Ia pun masih belum mengetahui apakah Bjorka itu hacker luar negeri atau memang berasal dari Indonesia.
Lebih lagi, Bjorka adalah orang yang sama saat menyebarkan kebocoran data pengguna Indihome beberapa waktu lalu.
"Kalau dari wilayahnya (asal hacker) kami sedang investigasi, itu dari cyber crime," sambung dia.
Ia menegaskan, Kominfo tidak memegang data registrasi kartu SIM. Kominfo hanya memegang data agregat pelanggan yang dilaporkan.
"Data agregat itu misalnya di operator A menyimpan berapa data, berapa (nomor) yang sudah aktif. Kalau di operator pasti menyimpan data yang dibutuhkan, nomor telepon, alamat. Dukcapil demikian juga," katanya.
Hal ini mengacu pada Permen Kominfo Nomor 5 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi.
Dalam pasal 169, disebutkan bahwa Penyelenggara Jasa Telekomunikasi wajib menyampaikan laporan setiap tiga bulan kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Direktur.
Maka dari itu Kominfo masih terus melakukan pendalaman. Sebab struktur data yang dibocorkan hacker itu tidak sama persis dengan yang dimiliki masing-masing pengelola data.
"Apakah ini memang ada kesengajaan, apakah ini strategi hackernya. Kami enggak tahu. Makanya ini harus ada pendalaman. Kalau strukturnya yang sama pasti ada, nomor telepon dan NIK. Tapi struktur lainnya tak sama. Jadi yang kita perdalam, ini data di mana, ini senjatanya siapa," tutur Semmy.